Mengalah Dalam Hubungan Tidak Selalu Menjadi Solusi Efektif

Pasangan yang terlalu sering mengalah akan dianggap remeh sehingga lama-kelamaan hubungan akan menjadi tosik. -Sherko Ahmadyani-Pinterest
HARIAN DISWAY - Banyak orang berpikir bahwa terus mengalah dalam hubungan adalah tanda kedewasaan.
Menghindari konflik, membiarkan pasangan menang dalam perdebatan. Demi menjaga suasana tetap damai. Itu sering kali dianggap sebagai sikap bijak. Namun, apakah benar selalu mengalah mencerminkan kedewasaan emosional?
Faktanya, terlalu sering mengalah justru bisa menjadi bentuk penyangkalan diri. Itu bukan lagi sikap yang bijak. Hal itu lebih menyerupai bentuk pengabaian. Yang dalam jangka panjang bisa merusak kepercayaan diri.
BACA JUGA:Kecocokan Pasangan Aries dan Taurus
Hubungan yang sehat bukan tentang siapa yang paling sering mengalah, akan tetapi tentang timbal balik. Orang yang dewasa seharusnya mampu mendengar, berdiskusi, dan mengambil keputusan bersama.
Bila hanya satu pihak yang terus memberi ruang tanpa menerima hal serupa, hubungan itu akan menjadi timpang dan melelahkan.
Mengalah terus-menerus juga bisa jadi sebuah tanda ketakutan. Takut ditinggal, takut dianggap rewel, atau takut konflik kecil akan menghancurkan semuanya.
BACA JUGA:Perjanjian Pra-Nikah dan Hak Menjaga Masa Depan Pasangan
Ketakutan itu sering berasal dari pengalaman masa lalu atau pola pikir yang terbentuk sejak lama. Jika dibiarkan, ketakutan itu mengontrol bagaimana kita bersikap dalam relasi.
Lebih parahnya, orang yang terbiasa mengalah sering tidak sadar bahwa mereka telah kehilangan jati diri. Mereka mulai lupa apa yang sebenarnya mereka inginkan atau rasakan.
Mereka lebih sibuk menjaga hubungan tetap berjalan daripada memastikan bahwa apakah mereka sendiri juga bahagia di dalamnya.
BACA JUGA:7 Tip Momen Valentine: Membangun Hubungan Romantis dengan Pasangan
Mengalah dalam hubungan ada kalanya dapat menghindari konflik agar tidak serius namun juga beresiko. -LoveIs Confusing-Pinterest
Dalam beberapa kasus, kebiasaan mengalah bisa dimanfaatkan oleh pasangan yang bersifat manipulatif. Karena tahu kita selalu memprioritaskan mereka, mereka merasa tak perlu mendengarkan atau mengubah perilaku.
Ketidakseimbangan itulah yang lama-kelamaan bisa berubah menjadi hubungan yang tidak sehat. Bahkan toksik.
Mengalah bukanlah masalah besar jika dilakukan sesekali dan disertai kesadaran penuh. Namun, jika itu menjadi pola yang terus berulang, kita perlu bertanya pada diri sendiri apakah: saya masih menjadi diri sendiri dalam hubungan ini? Ataukah saya hanya bertahan demi menghindari konflik agar hubungan tidak berakhir?
BACA JUGA:5 Kecerdasan Emosional untuk Memperkuat Hubungan
Jika Anda merasa sering mengalah dan tidak didengar, mungkin ini adalah saatnya mengevaluasi hubungan yang sedang dijalani.
Apakah pasangan Anda memberi ruang untuk berbicara? Apakah Anda merasa aman untuk tidak setuju? Jika jawabannya tidak, itu bukan lagi soal kedewasaan. Tapi tentang kehilangan kendali atas diri sendiri.
Belajar berkata “tidak” atau menolak hal yang tidak sesuai bukan berarti bersikap egois. Justru itu suatu bentuk penghargaan terhadap diri sendiri.
BACA JUGA:Love Bombing vs Ketulusan, Cara Membedakan Perhatian Tulus dan Manipulatif dalam Hubungan
Menjadi dewasa dalam hubungan artinya kita tahu kapan harus memberi, kapan harus meminta, dan kapan waktunya untuk menetapkan batasan.
Jadi, jika selama ini Anda berpikir bahwa selalu mengalah adalah tanda kedewasaan, mungkin sudah waktunya untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda.
Sebab, kedewasaan sejati bukanlah tentang diam dan mengiyakan. Melainkan tentang keberanian untuk bicara tanpa takut kehilangan seseorang. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Inggris, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: