Dalam keterpurukan mentalnya, Eric membayangkan dirinya berdialog dengan idolanya, legenda Manchester United: Eric Cantona. Melalui percakapan imajiner ini, ia menemukan kembali semangat hidup dan keberanian untuk menghadapi masalah.
Film ini tidak tentang kekerasan, tribun, atau fanatisme brutal. Tapi tentang bagaimana cinta pada klub dan sosok idola bisa menjadi penyelamat di saat terpuruk. Cantona, dengan karisma dan kata-kata bijaknya, menjadi semacam mentor spiritual bagi Eric.
Looking for Eric adalah surat cinta kepada para suporter yang menemukan harapan lewat sepak bola. Dengan pendekatan humanis dan sentuhan humor, film ini memberi pelajaran bahwa terkadang, menyukai klub sepak bola bisa jadi satu-satunya hal yang membuat kita tetap berdiri tegak.
BACA JUGA: 5 Fakta Seru Film Thunderbolts, Kisah Squad Antihero Yang Bikin Geger MCU
Ken Loach dengan cemerlang menyajikan karakter yang realistis, penuh luka tapi juga penuh harapan. Film ini membuktikan bahwa sepak bola tidak hanya menyatukan orang di stadion, tapi juga bisa menyelamatkan jiwa-jiwa yang hilang arah.
5. Ultras (2020)
Apa jadinya kalau pemimpin ultras ingin pensiun dari dunia kekerasan? Ultras adalah kisah kelam dan penuh perenungan tentang mencari makna baru dalam hidup yang lama dihabiskan untuk klub. --cinematographe
Film Italia ini membawa kita ke Napoli dan kehidupan kelompok ultras yang fanatik terhadap klub sepak bola lokal. Disutradarai oleh Francesco Lettieri, Ultras bercerita tentang Sandro, pemimpin kelompok suporter garis keras yang mulai mempertanyakan jalan hidupnya saat mendekati usia tua.
Film ini tidak hanya menyajikan sisi keras dari kehidupan suporter, tapi juga perjalanan batin seseorang yang telah lama hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan fanatisme.
BACA JUGA: Suarakan Protes, Suporter Timnas Italia Balik Badan saat Lagu Kebangsaan Israel Dikumandangkan
Sandro harus memilih: terus berada di lingkaran yang sama, atau mencari arti baru dalam hidup, terutama setelah bertemu dengan seorang remaja yang mengingatkannya akan masa muda.
Ultras adalah kisah tentang penyesalan, pengharapan, dan pencarian makna hidup. Melalui sinematografi yang kelam dan atmosfer yang suram, kita dibawa menyelami dunia yang sering luput dari pandangan: apa yang terjadi setelah tribun sepi dan sorak-sorai berhenti.
Konflik batin Sandro menjadi cerminan dari banyak suporter veteran yang mulai menyadari bahwa fanatisme punya batas. Ia ingin keluar, tapi tali emosional dengan klub dan komunitasnya begitu kuat.
BACA JUGA: Ariel Tatum, Chicco Jerikho, dan Mouly Surya Kunjungi Kantor Harian Disway, Bicara Film Perang Kota
Film ini memperlihatkan bahwa menjadi ultras bukan hanya gaya hidup, tapi ikatan batin yang sukar dilepaskan. Dalam Ultras, sepak bola hanya latar. Cerita sesungguhnya ada pada manusia-manusianya.
Film ini menambahkan lapisan baru dalam genre film suporter dengan gaya yang lebih kontemplatif dan reflektif. Dari kekerasan jalanan hingga perenungan batin, dari pub Inggris hingga tribun Napoli—lima film ini menunjukkan sesuatu.
Bahwa menjadi suporter bola bukan hanya soal mendukung, tapi juga tentang siapa kita, bagaimana kita hidup, dan apa yang membuat kita terus bertahan. (*)