RUU Perampasan Aset dan Skenario Terburuk untuk Demokrasi Indonesia 2025

Selasa 20-05-2025,13:30 WIB
Reporter : Teddy Afriansyah*
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali mencuat ke permukaan, membawa serta harapan besar akan penguatan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dukungan terbuka dari Presiden terpilih Prabowo Subianto, sebagaimana diberitakan, memberikan angin segar setelah sekian lama RUU ini terombang-ambing dalam labirin politik legislatif.

Namun, munculnya harapan tersebut, tersembunyi potensi risiko yang jika tidak diantisipasi dengan cermat, justru dapat menjadi preseden buruk bagi fondasi demokrasi Indonesia.

BACA JUGA:Pemerintah Matangkan Draf RUU Perampasan Aset, Tunggu Arahan Lanjutan dari Presiden dan DPR

Momentum Politik dan Potensi Benturan Kepentingan

Sebagaimana yang sudah diketahui, konstelasi politik Indonesia pasca-Pemilu 2024 menunjukkan dinamika yang menarik. Komunikasi intensif antara Prabowo Subianto dengan berbagai pimpinan partai politik, termasuk yang sebelumnya berada di luar koalisinya, mengindikasikan upaya untuk membangun stabilitas politik.

Dalam konteks inilah RUU Perampasan Aset kembali dibahas. Namun, momentum politik yang terjadi juga menyimpan potensi benturan kepentingan yang perlu diwaspadai.

Pengamat politik Efriza dari Citra Institute mengingatkan bahwa komunikasi antar elite politik terkait RUU ini tidak boleh berhenti pada sekadar dialog. Menurutnya, inisiasi yang kuat dari pemerintah, dalam hal ini presiden, sangat diperlukan agar RUU ini tidak terus menerus tertunda di DPR.


Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membuka peluang RUU Perampasan Aset akan dibahas pada tahun ini. -Anisha Aprilia-

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset sangat bergantung pada kemauan politik yang nyata, bukan sekadar retorika.

Di sisi lain, pernyataan Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan yang menyebutkan bahwa RUU ini belum menjadi prioritas utama, namun akan diupayakan pembahasannya setelah adanya dukungan dari Presiden terpilih, menunjukkan adanya kehati-hatian dari pihak legislatif.

Kekhawatiran DPR terkait potensi tumpang tindih dengan UU lain seperti TPPU dan perlunya memperjelas cakupan RUU (apakah hanya korupsi atau pidana umum) adalah hal yang wajar. Namun, penundaan yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan spekulasi mengenai adanya kepentingan politik tertentu yang menghambat pengesahan RUU ini.

BACA JUGA:Kejagung Sambut Baik Dukungan Prabowo untuk Pengesahan RUU Perampasan Aset

Skenario Terburuk: Perampasan Aset Sebagai Alat Represi Politik

Salah satu skenario terburuk yang mungkin terjadi adalah jika RUU Perampasan Aset, setelah disahkan, justru digunakan sebagai alat represi politik. Dalam lanskap politik yang terkadang diwarnai polarisasi dan persaingan yang ketat, kekuasaan untuk merampas aset dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melumpuhkan lawan-lawan politik atau kelompok-kelompok kritis.

Kategori :