Menurutnya, para seniman yang ada dalam ekosistem seni di Surabaya masih sebatas by order atau pesanan. "Ini saya melihat dari kacamata tata kelola seni. Masih banyak yang berkarya hanya sebatas by order. Bukan kegelisahan untuk mengubah sesuatu," ungkapnya.
BACA JUGA:Ziarah Makam WR Supratman saat Peringatan Hari Musik Nasional 2024, Heri Lentho Sayangkan Bau Sampah
Aktor-aktor yang terlibat hanya itu-itu saja. “Padahal akan jauh lebih baik kalau seniman yang memprakarsai acara, lalu pemerintah hadir sebagai pendukung,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengkurasian oleh dewan kesenian di gedung-gedung representatif seperti Balai Budaya. Tujuannya jelas: memastikan panggung bisa dinikmati semua seniman, bukan hanya segelintir.
Juga memastikan karya yang ditampilkan memiliki kualitas. “Dengan itu, akan lahir semangat baru. Anak-anak muda bisa melihat bahwa berkesenian punya masa depan. Regenerasi bisa berjalan,” ujarnya.
BACA JUGA:Meimura, Heri Lentho, dan Christian Pambuko Berkarya untuk Masyarakat, Lingkungan, dan Tradisi
Heri Lentho desak pemerintah bangun ekosistem seni dengan keberpihakan secara menyeluruh. -Julian Romadhon/HARIAN DISWAY-
Ia juga berharap fasilitas kota lebih ramah terhadap seniman. Bukan hanya dari sisi harga sewa atau izin pakai gedung. Tapi juga keterlibatan pemerintah sejak awal proses. Agar ekosistem tak hanya berputar di atas panggung, tapi juga hidup di balik layar.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Hidayat Syah, menyatakan bahwa pihaknya tetap membuka ruang bagi seniman. "Alun-alun kota bisa digunakan gratis. Bahkan gedung pun terbuka untuk dipakai,” ujarnya.
Ia menyarankan pula agar kegiatan dilakukan di luar ruangan. Agar pelaku UMKM juga bisa dilibatkan. Kolaborasi ekonomi dan seni dianggap bisa tumbuh beriringan.
BACA JUGA:Meimura dan Gelak Tawa Taman Prestasi Surabaya
Namun, pernyataan itu belum menutup kerinduan para seniman akan ruang yang lebih substansial. Fasilitas memang penting. Tapi keberpihakan yang menyeluruh jauh lebih penting. “Gelaran satu atau dua hari tak akan menghidupkan ekosistem. Yang kami butuh itu kesinambungan,” ucap Meimura.
"Pemkot Surabaya harus mendukung dewan kesenian terkait kerja-kerja kuratorial untuk memfasilitasi para seniman. Pun, pemerintah kota harus berpikir bahwa untuk membangun manusia, pondasinya adalah dengan membangun kebudayaan," ujar Heri.
Ada beberapa kawasan yang dipasang pernak-pernik di antaranya, Jalan Tunjungan, Balai Kota, Balai Pemuda, Jalan Panglima Sudirman hingga Jembatan Sawunggaling. -Julian Romadhon-Harian Disway
Pemerintah pun diimbau untuk memosisikan seniman sebagai subjek. "Dengarkan apa aspirasi seniman dalam rangka membangun warga Kota Surabaya. Warga yang berkepribadian dalam kebudayaan. Ingat, seniman adalah penjaga peradaban. Melawan arus globalisasi adalah dengan menghidupkan tradisi," pungkas Heri.