Matinya Hukum Lingkungan Hidup

Kamis 05-06-2025,12:36 WIB
Oleh: Wahyu Eka Styawan*

UNDANG-UNDANG Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Nomor 32 Tahun 2009 tengah dikebiri. Semangat awal untuk melindungi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat kini tercerabut oleh arus deregulasi yang dikemas rapi dalam dalih pertumbuhan ekonomi. 

Pasca lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang cacat secara formil dan materiil, situasi kian memburuk. Seolah belum cukup, pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja Nomor 2 Tahun 2022, yang makin meneguhkan pengabaian terhadap prinsip kehati-hatian dan keadilan ekologis.

Kini kita menyaksikan banyak instrumen perlindungan lingkungan hidup yang lumpuh tak berdaya. Pemberian izin usaha berlangsung masif, tanpa kesesuaian dengan tata ruang maupun pertimbangan dampak lingkungan. Asas keberlanjutan dan partisipasi publik hanya jadi formalitas. 

BACA JUGA:Sejarah Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang Diperingati Setiap 5 Juni

BACA JUGA:PLN Sambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Libatkan Ratusan Pegawai Bersihkan Pantai Mangrove Sedati

Bahkan, ketika dampak pencemaran nyata-nyata terjadi, respons dari pemerintah nyaris nihil. Yang muncul justru saling lempar tanggung jawab antar instansi: pemerintah pusat menyalahkan daerah, daerah berkelit ke pusat. Penegakan hukum pun mandek, nyaris seperti mati suri. Para pencemar bebas berkeliaran, seolah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, bukan korporasi besar.

Potret tersebut merupakan gambaran suram hukum lingkungan bukan lagi instrumen perlindungan, melainkan sekadar hiasan dalam dokumen kebijakan. Padahal, konstitusi menjamin hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Namun, realitas hari ini justru menempatkan warga sebagai korban yang terus menanggung beban pencemaran tanpa keadilan. Warga dipaksa hidup berdampingan dengan udara beracun, air tercemar, dan tanah rusak, sementara negara justru berpihak pada modal yang merusak.

BACA JUGA:Raih 14 Penghargaan Lingkungan Hidup, Motivasi Surabaya Menuju Kota 0 Sampah

BACA JUGA:Ketika Kementerian Lingkungan Hidup Beri Penghargaan DPRD Surabaya

JAWA TIMUR SAKSI BISU MATINYA HUKUM LINGKUNGAN

Jawa Timur menjadi saksi hidup bagaimana hukum lingkungan mati pelan-pelan. Berdasarkan catatan advokasi WALHI Jawa Timur, berbagai laporan warga menunjukkan bahwa hukum tidak dijalankan sebagaimana mestinya. 

Salah satu contoh yang mencolok adalah kasus pencemaran oleh pabrik pengolahan tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Perusahaan tersebut beroperasi tanpa izin lengkap dan terbukti mencemari udara. Namun, laporan warga tidak direspons dengan tegas. 

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sempat melakukan penutupan sementara, tapi itu pun tidak berujung pada penghentian operasi. Perusahaan tetap beraktivitas, pencemaran berlanjut, dan pemerintah daerah memilih diam.

BACA JUGA:50 Tahun Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Apa Masih Penting?

Kategori :