BACA JUGA:Anak Sering Berkelahi dan Kecanduan Game? Menhan Dukung Dedi Mulyadi Siapkan Pembinaan di Barak TNI
Menyadarkan Siswa Terhadap Perilakunya
Seseorang yang memiliki perilaku bermasalah kebanyakan belum memiliki niat untuk merubah perilakunya. Seringkali dikarenakan dirinya belum paham dan tidak mengerti konsekuensi dari perilakunya atau pernah gagal mencoba di masa lalu sehingga enggan mencobanya kembali. Kondisi ini disebut pula dengan fase precontemplation.
Menurut berbagai sumber media, siswa yang dikirim ke barak militer adalah yang menunjukan masalah kepribadian dan perilaku kenakalan remaja.
Ketika seorang siswa di label “anak nakal”, maka bisa langsung dimasukan ke dalam program dengan rekomendasi guru BK dan persetujuan orang tua.
Dari empat puluh siswa SMP yang seharusnya menjalankan program, terdapat satu orang yang tidak jadi bergabung. Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, Purwanto, menyatakan bahwa satu orang siswa tersebut “sudah sadar duluan”. Didampingi orang tua, sang siswa berjanji tidak akan bolos sekolah lagi dan memilih membina diri di rumah saja.
Pernyataan tersebut bisa jadi menunjukan bahwa tiga puluh sembilan siswa lainnya belum memiliki kesadaran yang dibutuhkan. Akibatnya, siswa dapat menunjukan resistensi atau kendala dalam merubah perilaku bermasalahnya.
Karena siswa diduga tidak sempat untuk menyadarkan dirinya terlebih dahulu, besar kemungkinan siswa juga tidak punya waktu dan kesempatan untuk menimbang kemungkinan apa saja yang dapat terjadi pada saat dan setelah upaya perubahan perilaku dilakukan. Melewatkan tahap selanjutnya dalam proses perubahan perilaku yaitu fase contemplation.
Persiapan untuk Mengubah Perilaku
Ketika sadar dan memantapkan hati untuk melakukan perubahan, seseorang akan mulai merencanakan berbagai macam hal. Termasuk memperkirakan durasi proses dan sumber daya yang dibutuhkan. Rencananya pula harus meliputi eliminasi atau pengurangan perilaku bermasalah. Lalu, memilih alternatif perilaku yang dianggap menjadi solusi.
Siswa sudah disediakan programnya oleh pemerintah terkait. Sehingga pada fase ini, fase preparation, mereka tidak perlu melakukan persiapan apa-apa. Hanya cukup menyiapkan fisik dan mental untuk mengikuti saja apa yang sudah disiapkan. Memastikan semua rangkaian kegiatan dan pengondisian dijalankan semaksimal mungkin.
BACA JUGA:Aura Cinta Vs Gubernur Dedi Mulyadi, Dari soal Rumah Digusur hingga Wisuda Dihapus
BACA JUGA:Dedi Mulyadi akan Kirim Siswa-Siswa Bermasalah ke Barak TNI-Polri, Begini Kriterianya!
Sayangnya, tidak ada informasi apakah program yang dilaksanakan sejauh ini dirajut sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa. Wajar saja ini penting karena perilaku yang akan dirubah sangat bervariasi mulai dari jenis hingga kedalamannya.
Belum lagi mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing remaja. Tingkat pemenuhan tugas perkembangan mereka jelas berbeda-beda. Maka dibutuhkan pendekatan yang sifatnya bukan one solution fits all.
Lebih lanjut, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menemukan bahwa tidak dilaksanakan asesmen psikologis individu pada mereka. Padahal hal ini penting dilakukan untuk mengetahui baseline masing-masing siswa. Bagaimana program dapat dikatakan berhasil kalau kondisi awal siswa tidak diketahui dengan jelas?. Selain itu, data dari asesmen juga dapat digunakan untuk merancang program yang bersifat individual.
Mengubah Perilaku Siswa
Pada program pembinaan karakter milik Gubernur Jawa Barat, lingkungan sudah dikondisikan sedemikian rupa untuk mengakomodir proses perubahan perilaku. Berbagai macam elemen terlibat mulai dari unsur TNI, Dinas Pendidikan, hingga melibatkan praktisi psikologi.
Dalam kasus ini, siswa tidak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk mencari atau mengupayakan lingkungan pengondisian karena telah disediakan. Meskipun begitu, siswa tetap harus menunjukan komitmen kuat serta mencurahkan segenap tenaganya.