Distingsi Kebijakan Menteri untuk Aksi, Bukan Sensasi

Minggu 15-06-2025,13:49 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani*

Di sanalah distingsi terealisasi menjadi aksi, bukan sensasi.

Kebijakan Kampus Berdampak tidak sekadar tertulis dalam dokumen kebijakan (policy brief), tetapi juga ditindaklanjuti dalam aksi nyata. 

Perguruan tinggi sebagai rumah keilmuan (center of excellent) dan agen perubahan (agent of change) harus berkontribusi nyata dalam pembangunan nasional dalam berbagai bidang sesuai unggulan masing-masing. 

Seiring dengan kebijakan Kampus Berdampak yang dicanangkan Kemendiktisaintek, jika diperjelas sampai civitas academica, akan muncul ungkapan dosen berdampak dan mahasiswa berdampak, yang kelak akan menjadi lulusan atau sarjana berdampak.

Perguruan tinggi –sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi menurut Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012, yang memiliki kewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat atau disebut tridarma– kini sedang mengalami kegalauan atau kebimbangan. 

Merujuk UU tersebut, institusi pendidikan tinggi dan masyarakat akademiknya harus memiliki cetak biru tridarma. 

Pada aspek penelitian, jika dikonfirmasi data tahun 2025, kebijakan Kampus Berdampak tampaknya belum sepenuhnya berbanding lurus dengan fakta di lapangan terkait jumlah proposal riset yang masih dominan pada skema riset dasar. 

Data tersebut dapat dilihat pada jumlah proposal riset (penelitian) yang masuk ke Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemendikbudsaintek tahun 2025. 

Proposal masih mendominasi pada skema riset dasar sebanyak 21.661 proposal, riset terapan model 1.852 proposal, dan riset terapan prototipe 1.751 proposal. 

Sebaran fokus penelitiannya pada bidang energi, kemaritiman, kesehatan, pangan, pertahanan dan keamanan, rekayasa keteknikan, sosial-humaniora, dan transportasi. 

Agar gerakan perubahan dari kampus sebagai implementasi Kampus Berdampak dapat terealisasi secara signifikan, perlu ditata ulang terkait kebijakan riset dan komposisi skemanya. 

Skema riset tahun 2025 di Kemendiktisaintek dan perguruan tinggi lebih banyak riset dasar atau tingkat kesiapan teknologi (TKT) level 1-3 daripada TKT level 4-6 (riset terapan) dan TKT level 7-9 (riset pengembangan). 

SEKILAS PERNAK-PERNIK MENTERI PENDIDIKAN SEJAK ERA REFORMASI

Sejak era reformasi, menteri pendidikan dengan berbagai istilah dan nomenklatur pada setiap kabinet pemerintahan mengalami perubahan. 

Demikian pula latar belakang menteri pendidikan, kadang berasal dari unsur independen dan profesional (bukan berasal dari partai politik), kadang berasal dari partai politik atau rekomendasi dari organisasi. 

Menteri pendidikan nasional (mendiknas) pada pemerintahan era reformasi yang pertama tahun 1999 adalah Yahya Muhaimin pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 

Kategori :