Novi lantas membandingkan India dan Tiongkok. Meski sama-sama fokus pada pendidikan tinggi dan teknologi, ia melihat India kesulitan menyalip Tiongkok karena perbedaan sistem politik.
“India pakai demokrasi. Tiongkok tidak. Kalau saya menyebut Tiongkok pakai sistem meritokrasi. Dan itu membuat mereka bisa lebih cepat mengambil keputusan strategis untuk pembangunan,” tambah Novi.
BACA JUGA:Bank Sentral, Smart Citizen, dan Ancaman Brain Rot; Saatnya Media Sosial Jadi Sekolah Ekonomi
BACA JUGA:Nilai Transaksi Ekonomi Kelompok Tani Hutan Jatim Capai Rp 497,9 Miliar, Khofifah Beri Apresiasi
Novi juga menyinggung sosok Deng Xiaoping, tokoh kunci dalam reformasi Tiongkok. Bahwa pemimpin harus punya visi kuat dan rakyat harus sejahtera dulu.
“Orang Tiongkok itu punya dua ketakutan: takut miskin dan takut bodoh. Karena itulah mereka sangat produktif dan inovatif,” ujarnya.
Ia lalu mempertanyakan apakah Indonesia memiliki semangat yang sama. Apakah pemimpin kita punya visi jauh ke depan? Atau masyarakat kita yang kurang mau diajarkan?
“Saya yakin, masyarakat Indonesia bisa berkembang jika dibimbing. Asal ada fasilitas dan ruang yang mendukung,” imbuhnya.
Novi juga menyampaikan simpati kepada para intelektual dan ahli Indonesia yang bekerja di luar negeri. Ia juga tak menyalahkan para intelektual yang memilih berkarir di luar negeri ketimbang pulang ke Indonesia.
Sebab di luar negeri mereka bisa bekerja dengan leluasal. Sedangkan di Indonesia belum tentu didukung.
Ia mencontohkan mantan Presiden BJ Habibie yang baru dipanggil pulang saat negara butuh solusi di masa krisis. Padahal selama ini, Habibie sudah beberapa kali menawarkan kontribusi, tetapi tidak direspons.
“Ini PR kita semua. Bagaimana caranya memulangkan mereka yang hebat-hebat, dengan cara yang layak, Diberikan fasilitas,” tandas Novi.
Di akhir sesi, Novi Basuki menyambung diskusi tentang nilai-nilai kebangsaan. Ia mengutip ucapan Bung Karno:
Nasionalisme harus hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Artinya, cinta tanah air tidak boleh menghalangi siapa pun untuk melek dunia luar.
BACA JUGA:100 Hari Khofifah - Emil, 85 Persen Anggap Ekonomi Jatim Cenderung Baik
BACA JUGA:Maknai Hari Kebangkitan Nasional, BRI Perkuat Ekonomi Indonesia dengan 7 Inisiatif Strategis