Seabad Mahathir

Sabtu 12-07-2025,21:35 WIB
Reporter : Dhimam Abror Djuraid
Editor : Yusuf Ridho

MAHATHIR MOHAMAD berusia seratus tahun Kamis, 10 Juli 2025. Tidak banyak politikus dunia yang bisa mencapai usia seperti Mahathir. Ia terlihat sehat, tidak pikun, update terhadap isu-isu nasional, regional, dan global serta –ini yang ditakuti lawan-lawan politiknya– tetap mengikuti isu-isu strategis di dalam negeri Malaysia.

Mahathir tidak aktif lagi secara praktis dalam politik, tetapi ia tetap berada dalam pusaran politik nasional, regional, dan internasional. Ia masih aktif memberikan komentar politik melalui podcast

Ia berbicara mengenai masalah dalam negeri Malaysia dan berkomentar mengenai masalah-masalah mutakhir di Gaza.

BACA JUGA:Mahathir Mohamad Genap 100 Tahun, Usia Tak Halangi Pengaruh Politiknya

Mahathir sangat beruntung menjadi saksi dan pelaku sejarah tiga zaman. Ia mengalami masa pergolakan Perang Dunia II, masa kemerdekaan negara-negara Asia-Afrika dari penjajahan Eropa, dan menjadi pelaku aktif dalam masa perang dingin. 

Ia kemudian masih ”menangi” masa-masa ketika Amerika Serikat (AS) menjadi adidaya tunggal. Sekarang Mahathir menjadi saksi sejarah dalam masa transisi paling penting dalam pergeseran kekuatan dunia dari AS ke Tiongkok dan Rusia.

Selama rentang karier politik yang sangat panjang itu, Mahathir konsisten mempertahankan brand dan karakter politiknya yang kritis dan independen terhadap kekuatan-kekuatan global. 

Malaysia adalah negara anggota Persemakmuran atau Commonwealth bekas jajahan Inggris. Namun, sikap Mahathir terhadap Inggris selalu kritis dan bahkan antagonistis. Demikian pula terhadap AS. Juga terhadap Israel.

Hilang sudah era ketika pemimpin karismatis seperti Soekarno berteriak ”Amerika kita setrika, Inggris kita linggis”. Di Indonesia sudah tidak kita dapati lagi ahli waris Bung Karno, kecuali sejumlah politikus yang mengaku sebagai pengikut Soekarno, sekadar jualan brand dan marketing politik.

Justru Mahathir yang berani meneriakkan retorika Soekarno, ”go to hell with your aids”. Itu ia lakukan ketika AS dan Eropa memaksakan paket bantuan IMF (Dana Moneter Internasional) untuk mengatasi dampak krisis moneter Asia Tenggara, 1998.

Paket privatisasi dan liberalisasi ekonomi yang ditawarkan IMF –sebagai imbalan dari bantuan keuangan untuk mengatasi dampak krisis moneter– ditolak dengan tegas oleh Mahathir. Ia menganggapnya sebagai bentuk  neoimperialisme dan neokolonialisme yang harus dilawan.

Mahathir melakukannya seperti Soekarno. Sebab itulah, Mahathir dijuluki ”Little Soekarno”. Kita sering berang ketika ikon budaya Indonesia didaku oleh Malaysia. Tetapi, ketika Soekarno, ikon politik kita, didaku oleh Malaysia, tidak pernah terdengar ada yang mempertanyakan.

Krismon 1998 adalah ”moment of truth”, momen pembuktian bagi Indonesia dan Malaysia. Indonesia menerima paket bantuan dari IMF. Presiden Soeharto menandatangani pakta perjanjian di depan bos IMF Michel Camdessus yang bersedekap menyaksikan Soeharto bertanda tangan sambil menunduk di depannya. Bangsa Indonesia mengingat momen itu sebagai momen kekalahan. 

Malaysia berhasil mengatasi krisis dengan sukses tanpa resep IMF. Indonesia yang menelan resep IMF malah kritis dan ambruk. Pak Harto jatuh. Dampak krisis masih terasa sampai bertahun-tahun kemudian, bahkan sampai sekarang.

Pak Harto dan Lee Kuan Yew dari Singapura serta Mahathir menjadi bagian dari era kebangkitan ASEAN. Tiga negarawan itu menjadi ”Three Musketeers” yang disegani seluruh dunia. 

Kategori :