HARIAN DISWAY – Urban farming tidak hanya menjadi solusi pangan, tapi juga jalan perubahan sosial. Itulah pesan utama dalam Seri Diskusi Urban Farming II yang digelar Sekolah Alam Petani Muda Nusantara (Sampun) di Surabaya, Sabtu, 19 Juli 2025. Kali ini, kegiatan difokuskan pada generasi Z sebagai agen utama transformasi pertanian kota.
Digelar di Sekretariat Sampun, Jl. Rungkut Menanggal 26 Surabaya, acara ini bekerja sama dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat ITATS. Belasan pemuda dari berbagai daerah hadir dan terlibat aktif dalam diskusi.
“Kegiatan ini membuka cakrawala pemahaman baru bagi kami. Banyak anak-anak dari daerah yang ketika merantau ke kota, malah tercerabut dari akar desanya. Padahal, desa adalah penopang utama bangsa,” kata Andris Korompis, Ketua Komisariat GMKI ITATS yang berasal dari Toraja, Sulawesi Selatan.
Ia menambahkan, diskusi ini menggugah kesadaran akan potensi besar dunia pertanian yang sering kali dianggap sebelah mata oleh anak muda.
BACA JUGA:Urban Farming Terintegrasi ala Sampun, Ramah Lingkungan dan Bernilai Ekonomi
BACA JUGA:BRInita dan Hari Kartini: Langkah BRI Memberdayakan Perempuan Lewat Urban Farming
“Kerja itu nggak harus jadi karyawan. Dunia pertanian punya masa depan. Tapi selama ini kita cuma tahu dua pilihan: kerja kantoran atau buka kios. Hahaha,” ujarnya sambil tertawa.
Pendiri Sampun, Evan Binsar Siahaan, menyampaikan bahwa urban farming tak sekadar soal menanam sayur atau memelihara ayam. Menurutnya, ini adalah pendekatan holistik untuk menciptakan kota yang mandiri, sehat, dan berkeadilan.
“Kami sedang membangun roda kehidupan baru di kota. Di tengah pengangguran tinggi dan sulitnya akses pangan sehat, Sampun hadir sebagai jawaban,” tegas Evan.
Sampun memfokuskan kegiatannya pada empat pilar: ekonomi, pendidikan, lingkungan, dan sosial. Dari budidaya belut dan ikan dalam ember hingga produksi abon, telur herbal, dan distribusi lewat koperasi, semua dirancang untuk membangun ekosistem pangan lokal yang berkelanjutan.
Diskusi Urban Farming II yang digelar Sekolah Alam Petani Muda Nusantara (Sampun) di Surabaya, Sabtu, 19 Juli 2025. -Dok Sampun-
Di bidang pendidikan, Sampun menjalankan sekolah alam untuk anak-anak, pelatihan bagi pemuda NEET, hingga sistem mentoring dari petani senior. Sementara di aspek lingkungan, mereka mengoptimalkan lahan tidur, pekarangan, hingga atap rumah menjadi kebun produktif yang memperkuat Ruang Terbuka Hijau dan mengurangi limbah organik.
“Petani kota itu bukan cuma profesi. Ini gerakan perubahan. Anak-anak muda perlu sadar bahwa tanah bukan batas, tapi potensi,” kata Evan.
Menurut data yang diangkat dalam diskusi, lebih dari 22 persen pemuda Indonesia tergolong NEET (Not in Employment, Education or Training). Dengan biaya hidup yang kian menekan, terutama di kota besar seperti Surabaya, program pemberdayaan pemuda berbasis urban farming diyakini menjadi solusi nyata.
BACA JUGA:Urban Farming di Surabaya Bisa Jadi Contoh Nasional, Menko Zulhas Ungkap Alasannya