Jensen Huang: Dari Bocah Tukang Bersih Toilet ke Raja Chip AI Dunia

Senin 21-07-2025,15:16 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Keberhasilan Huang bukan cuma soal teknologi. Ia juga lihai dalam diplomasi bisnis. Ketika pemerintahan Presiden Donald Trump membatasi ekspor GPU ke Tiongkok—sebuah langkah dalam persaingan supremasi AI—Huang turun tangan langsung.

Dengan pendekatan tenang dan argumen tajam, ia meyakinkan Trump bahwa membiarkan dunia memakai platform teknologi Amerika justru menguntungkan negara.

BACA JUGA:Pemanfaatan Kecerdasan Buatan untuk Mengatasi Banjir Kota Palembang dan Mengubahnya Menjadi Sumber Energi

BACA JUGA:Paus Fransiskus Buka Suara di KTT G7: Gali Risiko dan Keuntungan Kecerdasan Buatan (AI)

“Diplomasi itu dilakukan dengan sangat brilian,” ujar Jeffrey Sonnenfeld, profesor dari Yale University.

Huang menjelaskan bahwa ekspor GPU ke Tiongkok tidak serta-merta memperkuat militer mereka, tambahnya.

Tak seperti pendiri teknologi lainnya, Huang tak mencari sorotan publik. Ia bahkan absen dari pelantikan Presiden Trump. Ia lebih memilih membiarkan teknologi yang ia ciptakan berbicara.

“Ia memundurkan auranya sendiri dan teknologi mewakilinya,” kata Sonnenfeld.

“Mungkin dia adalah yang paling dihormati di antara para raksasa teknologi saat ini,” tambahnya.

Namun jangan kira Huang adalah bos yang selalu tenang. Seorang mantan petinggi Nvidia menggambarkannya sebagai pribadi “sangat paradoks”.


JENSEN HUANG (tengah) dikerumuni media di sela-sela ajang China International Supply Chain Expo (CISCE) di Beijing, 17 Juli 2025.-JADE GAO-AFP-

Di satu sisi, ia melindungi karyawannya. Tapi dalam ruang rapat eksekutif, Huang tak segan melontarkan kritik tajam kepada siapa pun yang membuat keputusan buruk.

Namun saat kembali ke Taiwan—negeri asalnya—Huang menjelma jadi selebritas. Wartawan mengikutinya ke tempat cukur, penggemar memburunya demi tanda tangan dan selfie. Tapi, yang paling menarik: ia selalu sempat mampir makan di pasar malam.

“Seseorang sepertinya pasti sangat sibuk dan jadwalnya penuh,” kata Wayne Lin dari Witology Market Trend Research Institute.

“Tapi dia tetap ingat untuk makan street food saat pulang ke Taiwan. Itu yang membuatnya luar biasa bersahabat,” ucap Lin.

Huang mungkin tak bersuara lantang seperti Musk. Tak sepopuler Zuckerberg di media sosial. Tapi satu hal pasti: di balik jaket kulitnya, tersembunyi visi yang menggerakkan masa depan teknologi. Dan seperti GPU yang bekerja di balik layar, ia membiarkan dunia merasakan dampaknya. Tanpa perlu banyak kata. (*)

Kategori :