Padahal, sering kali setelah semua kesibukan itu selesai, rasa kosong tetap ada. Tidak jarang muncul rasa jenuh, lelah, bahkan kehilangan motivasi.
Hal ini terjadi karena kita sering bekerja untuk memenuhi ekspektasi luar, bukan kebutuhan atau keinginan dari dalam diri sendiri.
BACA JUGA:Produktif Bukan Kompetisi tapi Serasa Kalah Terus, Mengapa?
Ekspektasi Sosial yang Membebani
Ekspektasi Sosial yang Membebani.--unsplash.com.
Usia 20-an juga jadi masa ketika ekspektasi sosial mulai terasa nyata. Orang tua berharap kamu segera mapan. Lingkungan menuntutmu untuk menikah atau punya karier cemerlang.
Teman sebaya sudah banyak yang posting pencapaian besar di media sosial, naik jabatan, traveling ke luar negeri, menikah, punya bisnis, dan sebagainya. Tanpa sadar, kita membandingkan diri kita terus-menerus, dan lupa bahwa hidup bukan perlombaan.
Setiap orang punya garis waktunya sendiri. Tapi tekanan sosial membuat kita merasa selalu tertinggal, padahal kita hanya berada di jalur yang berbeda.
BACA JUGA:Hal-Hal yang Baru Kita Sadari Setelah Usia 20-an
Nggak Harus Tahu Semua Jawaban Sekarang
Nggak Harus Tahu Semua Jawaban Sekarang.--unsplash.com.
Mungkin kebenaran yang perlu diterima adalah kita tidak harus tahu segalanya di usia 20-an. Kita tidak harus punya semua pencapaian sekarang. Hidup bukan soal cepat-cepatan, tapi tentang bertumbuh sesuai kapasitas masing-masing.
Adulting memang sulit. Belajar mengatur keuangan, menjaga kesehatan mental, memilih lingkungan yang sehat, hingga menata karier, semuanya tidak instan. Kadang harus jatuh dulu, bingung dulu, gagal dulu, sebelum akhirnya bisa berdiri tegak lagi.
Tidak apa-apa kalau hari ini anda masih belum tahu apa tujuan hidup. Tidak apa-apa kalau anda masih berproses. Yang penting, tetap bergerak, sekecil apa pun langkah anda. Istirahat jika lelah, pelan-pelan kalau perlu, tapi jangan berhenti.
BACA JUGA:Riset Usia 20-an, Periode Terpenting Dalam Hidup
Hidup Bukan Tentang Siapa yang Paling Cepat