BACA JUGA:Khofifah dan Kedubes Inggris Bahas Proyek LRT Kota Menuju Juanda
BACA JUGA:Bandara Juanda Tambah Rute Baru ke Tambolaka dan Bangkok, Dongkrak Wisata dan Ekonomi Jatim
Namun, sebelum beroperasi penuh untuk penerbangan internasional, khususnya umrah, seluruh aspek keselamatan, keamanan, pelayanan, dan kepatuhan terhadap regulasi harus terlebih dahulu dipenuhi.
“Itu menjadi tanggung jawab kami sebagai regulator,” katanya. Dalam waktu dekat, Ditjen Hubud akan melakukan uji kesiapan operasional Bandara Dhoho bersama Pemprov Jatim dan operator bandara.
Lukman menegaskan, penguatan konektivitas udara di Jatim tidak hanya bertumpu pada Juanda dan Dhoho.
Bandara Abdul Rachman Saleh, Blimbingsari, dan Trunojoyo juga perlu dioptimalkan sebagai bagian dari sistem transportasi udara yang terintegrasi.
“Peningkatan kapasitas bandara di Jawa Timur harus dilihat sebagai bagian dari sistem transportasi udara nasional,” katanya.
Kemenhub berkomitmen mendukung seluruh upaya pemerintah daerah dalam memperluas akses penerbangan, selama tetap berjalan dalam koridor regulasi yang ketat.
Sebab, itu menjadi bagian dari agenda nasional. Yakni, berupa pemerataan pembangunan transportasi dan layanan publik yang inklusif.
BACA JUGA:Bandara Internasional Juanda Layani Lebih dari 900 Ribu Penumpang selama Lebaran 2025
BACA JUGA:Penerbangan Juanda–Ngurah Rai Dihentikan 24 Jam saat Hari Raya Nyepi, 32 Penerbangan Terdampak
Ia menyebutkan, Bandara Juanda saat ini berkapasitas 21 juta penumpang dengan per tahunnya mencapai 14 juta.
Harapannya, Juanda dapat meningkatkan kapasitas di atas 50 juta untuk mengantisipasi kebutuhan di mada depan. Namun, hanya mampu dikembangkan untuk menampung 27 juta penumpang.
“Otomatis, entah kapan, kita harus membangun bandara baru untuk men-support kapasitas yang tentunya akan membesar,” tuturnya. (*)