Mahamuni Paksi berkisah tentang royalti dan LMKN yang tuai polemik.-Subastian Salim-HARIAN DISWAY
Pentolan Dewa 19 itu memang pernah mengajukan konsep direct licence. Musisi sendiri yang mengatur alur pendapatan dan menarik dana dari berbagai pihak yang membawakan atau memutar lagu-lagunya.
BACA JUGA:Klarifikasi LMKN: Lagu Indonesia Raya Tak Kena Royalti
Dalam sistem tersebut, pencipta lagu bisa berdiskusi atau berkompromi langsung dengan musisi terkait. Musisi itu bisa langsung membayar royalti. Tanpa perantara.
Tapi usulan Dhani tersebut ditolak mentah-mentah oleh LMKN. Dianggap melanggar UU Hak Cipta. Dilansir berbagai sumber, menurut LMKN, soal royalti sudah aturan khusus. Intinya, hanya LMKN sebagai lembaga resmi yang berhak mengatur.
"Ya tentu enggak mau direct licence. Wong urusan begini kok," katanya, lalu mengusap jari telunjuk dan jempol: duit gede. Belum lagi persoalan LMK-LMK yang bertebaran di seluruh pelosok negeri.
BACA JUGA:Wani! Lagu Persebaya Song For Pride Gratis Diputar di Tempat Usaha Tanpa Royalti
"Yakin enggak ada korupsi? Terus, LMK-LMK yang nagihin musisi, nagih tempat hiburan itu dananya dari mana, coba? Apa enggak tergoda motong sebagian besar dana dari royalti kami?" ujarnya.
Paksi lantas berbisik, "Kan selama ini enggak ada transparansi..." (*)
*Satu kursi enam puluh ribu rupiah, baca seri selanjutnya...