BACA JUGA: Olahraga 15 Menit di Rumah: Solusi Efektif di Tengah Padatnya Aktivitas
Fenomena itu menunjukkan bagaimana olahraga kini bukan lagi semata-mata untuk kesehatan. Tapi juga bagian dari citra diri di media sosial.
Kontroversi dan Dampak
Tentu saja fenomena joki Strava tidak terhindar dari kontroversi. Di satu sisi, fenomena itu dianggap konyol. Seperti outsourcing olahraga. Namun di sisi lain, praktik itu bisa merusak esensi gaya hidup sehat.
Bagi komunitas, adanya joki dianggap sebagai bentuk kecurangan. Lebih jauh, fenomena itu juga mengurangi makna olahraga sebagai proses. Bukan sekadar angka di aplikasi.
BACA JUGA:SR Terintegrasi V Ponorogo, Seluas 4,5 Hektar, Punya Fasilitas Olahraga Lengkap
Dalam media sosial, fenomena joki Strava menimbulkan reaksi yang beragam. Ada yang menganggapnya sebagai lelucon. Ada pula yang menilainya serius sebagai bentuk kepalsuan digital.
Cara Menyikapi Tekanan Sosial Strava
Bagi pengguna Strava, fenomena itu bisa menjadi cerminan. Jika tujuan awal berolahraga adalah untuk kesehatan, maka angka hanyalah bonus.
Berikut beberapa cara agar tidak terjebak dalam tekanan sosial Strava:
BACA JUGA:Matcha Padel, Kombinasi Menyegarkan Usai Olahraga
1. Nikmati proses, bukan hanya hasil
Olahraga seharusnya menjadi waktu untuk menyegarkan tubuh dan pikiran setelah beraktivitas.
Jika terlalu fokus pada pace, jarak, atau ranking, olahraga bisa menjadi beban. Nikmati setiap langkah lari atau kayuhan sepeda sebagai momen untuk melepas stres. Bukan hanya angka di aplikasi.
2. Tetapkan tujuan realistis
Tidak semua orang bisa langsung lari maraton atau bersepeda ratusan kilometer. Menetapkan target kecil yang sesuai kemampuan akan terasa lebih menyenangkan.
BACA JUGA:Porprov IX Jawa Timur 2025: Panggung Emas Talenta, Momentum Kebangkitan Olahraga Daerah
Misalnya, jogging 2-3 km seminggu atau sekadar bersepeda santai. Dengan begitu, pencapaian terasa autentik dan tanpa beban.
3. Gunakan data sebagai motivasi, bukan kompetisi
Leaderboard Strava memang menyenangkan. Tapi jangan menjadikannya patokan untuk membandingkan diri dengan orang lain.