BACA JUGA:Catatan Said Abdullah: Dulu Saya Usulkan Revisi UU MD3 Soal Kewenangan Keuangan DPR, Just It!
Motivasi dan pilihan tersebut berdampak pada perjalanan karier politik masing-masing. Misalnya, anggota DPR yang sejak awal ingin berjuang untuk rakyat dan memperbaiki bangsa akan menjadi politisi idealis dan berintegritas.
Lalu, bagi politisi yang kategori simbiosis mutualisme, saat menjadi anggota DPR, mereka sering dijadikan sebagai tulang punggung dalam membiayai kebutuhan parpol sehingga sering menjadi persoalan di kemudian hari karena terjadi konflik kepentingan, walaupun ada yang tidak melakukan hal demikian.
Bagi politisi yang terjun ke politik karena hendak mengumpulkan uang, saat menjadi anggota DPR, mereka umumnya sering mengalami masalah korupsi dan penyalahgunaan jabatan karena orientasinya uang.
BACA JUGA:Saat DPR Nilai Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik Brengsek
BACA JUGA:Anggota DPRD Depok Injak Leher Sopir di Teori Boneka Bobo
Apalagi, dalam kampanye, mereka mengeluarkan modal politik dalam jumlah besar. Sedangkan politisi yang berasal dari pelarian dari profesi sebelumnya, sebagian ada yang menjadi anggota DPR yang baik, sebagian ada yang terjerumus, baik disengaja maupun tidak, karena minimnya pengetahuan dan bekal politik yang dimiliki.
Berdasar fakta empiris yang disaksikan, motivasi menjadi anggota DPR (legislatif) di Indonesia, baik di tingkat kota/kabupaten, provinsi, maupun pusat, tampaknya hampir merata motivasi pertama sampai keempat tersebut.
SIGNIFIKANSI PENDIDIKAN ANGGOTA DPR
Seiring dengan seringnya anggota DPR terjerumus dalam beberapa kasus, misalnya, korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan judi online, diperlukan pendidikan bagi anggota DPR secara terprogram dan berkelanjutan.
BACA JUGA:Heboh Gorden Rumah DPR Rp 43,5 Miliar
BACA JUGA:Laporan Polisi (LP) Palsu Sampai ke DPR
Tujuannya, dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) dengan baik. Saat ini belum banyak parpol yang menyiapkan program pendidikan dan pengaderan yang matang dan berkelanjutan bagi kadernya yang menjadi anggota DPR. Kalaupun ada, biasanya itu hanya bersifat temporal, arahan sesaat.
Pada tataran parpol, program pendidikan yang berkelanjutan sebagai anggota DPR perlu disiapkan dengan desain pendidikan dan kurikulum yang holistik, dengan menghadirkan narasumber yang memiliki pengalaman, kapabilitas, dan integritas untuk memberikan bekal kepada calon anggota DPR.
Program itu pada sebagian parpol biasanya disebut sekolah partai, diklat kader partai, dan sejenisnya. Meski demikian, dalam implementasinya, program itu belum berfungsi dengan maksimal, hanya temporal.
BACA JUGA:DPR Desak Budi Arie Setiadi Diperiksa