Jika Tak Ingin Perang, Demokratislah!

Jika Tak Ingin Perang, Demokratislah!

ILUSTRASI Jika Tak Ingin Perang, Demokratislah!-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

SETAHUN LEBIH pemerintahan Presiden Prabowo berjalan, demokrasi Indonesia kian kehilangan napasnya. Rakyat dibungkam melalui kekerasan sistemik, penahanan sewenang-wenang, dan tekanan terhadap media yang kian masif. 

Jika ditarik sedikit ke belakang, pemilu telah menjelma menjadi arena transaksional yang menanggalkan arena rasionalitas. Ketika suara rakyat direduksi menjadi angka statistik dan oposisi dilemahkan, sesungguhnya negara sedang mengikis fondasi yang menopang kedamaiannya sendiri.

Lebih berbahaya lagi, kemunduran demokrasi itu bertautan dengan orientasi politik luar negeri yang kian menjauh dari prinsip bebas dan aktif. Dalam setahun terakhir, arah kebijakan luar negeri Indonesia menunjukkan pergeseran yang signifikan menuju orbit BRICS, terutama Tiongkok. 

BACA JUGA:Kepala Daerah Dipilih Anggota DPRD, Demokratis?

BACA JUGA:Prabowo Adalah TNI Demokratis: Tanggapan untuk Dhimam Abror Djuraid

Organisasi itu sendiri merupakan sebuah koalisi yang rentan ditopang oleh kepentingan geopolitik Rusia dan Tiongkok ketimbang semangat solidaritas global. Lantas, memangnya kebijakan tanpa berprinsip pada bebas aktif itu dapat mengancam Indonesia?

PERDAMAIAN DEMOKRATIS

Teori perdamaian demokratis memberikan landasan analitis bahwa negara-negara demokratis memiliki kecenderungan lebih rendah untuk berperang satu sama lain. Sebab, sistem demokrasi menuntut transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang mempersempit ruang bagi kebijakan agresif ambisi elite penguasa. 

Selain opini publik, mekanisme check and balance oleh parlemen yang benar-benar mewakili rakyat juga berperan untuk mengawal keputusan pada kebijakan luar negeri. Dengan kata lain, demokrasi adalah mekanisme damai yang mencegah perang tidak hanya antarnegara, tetapi juga di dalam diri negara itu sendiri.

BACA JUGA:Zulhas Komentari Wacana Gubernur Dipilih DPRD: Sama Saja, Tetap Demokratis

BACA JUGA:Pembekuan BEM FISIP Unair Dinilai Represif dan Tak Demokratis, Begini Ragam Kritik Mahasiswa

Dalam konteks Indonesia, teori itu memiliki relevansi yang mendalam. Negara demokratis tidak hanya menjaga harmoni internal, tetapi juga mengembangkan rasionalitas dalam menghadapi ancaman eksternal. 

Ketika demokrasi merosot, keputusan luar negeri menjadi lebih tertutup dan elite penguasa dapat dengan mudah menjadikan hubungan internasional sebagai alat legitimasi politik domestik. 

Akibatnya, kepentingan nasional yang seharusnya berlandaskan prinsip kedaulatan dan kesejahteraan rakyat dapat tergadaikan demi keuntungan jangka pendek pada proyek geopolitik semu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: