Prabowo Adalah TNI Demokratis: Tanggapan untuk Dhimam Abror Djuraid

Prabowo Adalah TNI Demokratis: Tanggapan untuk Dhimam Abror Djuraid

Ilustrasi Prabowo goyang gemoy. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

TULISAN Dhimam Abror Djuraid yang berjudul Prabowo Adalah (Bukan) Kita yang dimuat di Harian Disway, 5 April 2025, menampilkan keresahan atas apa yang disebut sebagai pergeseran orientasi aktivis oposisi menuju dukungan penuh terhadap Prabowo Subianto

Ia mempertanyakan konsistensi dan integritas para tokoh yang sebelumnya bersikap kritis terhadap kekuasaan, tetapi kini bersikap permisif terhadap Prabowo, bahkan cenderung apologetik atas langkah-langkah politik dan kebijakannya. 

Tulisan itu sarat dengan analogi historis, menyandingkan Prabowo dengan Vladimir Putin hingga Deng Xiaoping. Juga, menegaskan bahwa arah kekuasaan yang ditempuh kini mulai menyerupai despotisme yang menyaru dalam pakaian demokrasi.

BACA JUGA:Prabowo Adalah (Bukan) Kita

BACA JUGA:Pak Harto, Prabowo, dan Para Taipan

Namun, ada kekeliruan mendasar dalam bangunan argumen itu, terutama dalam penilaian yang terlalu dini dan prematur terhadap karakter kepemimpinan Prabowo. 

Menilai seseorang sebagai pemimpin despotik hanya beberapa bulan setelah menjabat adalah langkah gegabah, apalagi dalam sistem demokrasi seperti Indonesia yang memiliki mekanisme kontrol kekuasaan melalui parlemen, media, dan masyarakat sipil. 

Tuduhan despotik¬ –dalam pengertian John Keane dalam The New Despotism (2020)– mengacu pada kekuasaan yang memanipulasi legitimasi demokratis untuk memperkuat kontrol otoriter secara halus dan sistemik.

BACA JUGA:Jejak Soemitro Djojohadikoesoemo, Langkah Prabowo Subianto

 BACA JUGA:100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran

Untuk sampai pada kesimpulan seperti itu, dibutuhkan bukti konsisten tentang represi, penundukan hukum, atau penghapusan oposisi –hal-hal yang belum tampak dalam kepemimpinan Prabowo yang bahkan belum mencapai satu tahun.

Justru jika ukuran-ukuran itu digunakan secara konsisten, masa pemerintahan Joko Widodo selama sepuluh tahun lebih layak menjadi objek kajian atas munculnya gejala-gejala despotisme baru. 

Dalam dua periode kekuasaannya, kita menyaksikan revisi UU KPK, pelemahan oposisi melalui kooptasi partai, dan pembiaran terhadap polarisasi politik yang mengakar. Koalisi gemuk dan penyempitan ruang oposisi terjadi jauh sebelum Prabowo resmi menjabat presiden. 

BACA JUGA:Prabowo di Antara Jokowi dan Megawati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: