Vivian Diller, psikolog di New York City, AS, mengatakan, ”begitu banyak yang telah berubah dalam budaya kita sehingga istilah tersebut telah kehilangan maknanya.”
Pada perempuan, krisis setengah baya dipicu tanda-tanda fisik penuaan pertama yang signifikan pada tubuh mereka. Misalnya, rambut beruban, wajah berkerut, dan paling menonjol: menopause.
Krisis itu disebabkan semacam dilema eksistensial. Pelakunya bertanya-tanya, apa tujuan hidup saya?
Hal itu terjadi ketika anak-anak sudah dewasa dan meninggalkan rumah atau ketika kita tidak lagi punya tanggung jawab mengasuh anak-anak. Kemudian, pelaku mencari cara baru untuk mengisi waktu, sebelum mati.
Pada dasarnya semua manusia merasa ”hidup” saat ia dianggap ”penting” oleh orang lain, yaitu orang terdekatnya, keluarga, terutama anak. Setelah anak-anak dewasa dan tidak lagi tinggal bersama ortu, ortu merasa kehilangan rasa menjadi orang penting.
Vivian Diller: ”Bagi wanita, pemicunya adalah ketidakmampuan untuk memiliki anak lagi. Saat itulah dia berpikir: Saya harus mulai menyiapkan babak baru dalam hidup saya.”
Itu terjadi pada rentang usia 45 sampai 60 tahun. Atau, tepatnya, saat anak-anak sudah dewasa dan meninggalkan rumah. Saat itulah dia melakukan hal-hal yang tidak biasanya.
Pada kasus di atas, hal itu terjadi pada korban. Dia mulai suka karaokean untuk mengisi hidup dengan kegembiraan. Sebab, dia sudah tidak lagi mengasuh anak kecil seperti dulu.
Namun, pelaku cemburu. Tanpa indikator kecemburuan, pelaku cuma menduga-duga bahwa perilaku istri berubah. Ia menduga, pasti ada sesuatu terkait selingkuhan. Timbullah cemburu.
Di situ mereka cekcok, lalu korban marah dengan mengatakan hendak pulang kampung. Kemarahan korban dibalas pelaku secara ekstrem, membunuh.
Cemburu, rasa manusiawi. Dikutip dari Verywell Mind, 30 Juli 2024, berjudul Feeling Jealous in a Relationship is The Worst Here’s How to Cope, diungkap kecemburuan oleh pakar.
Katie Schubert, terapis seks dan pasangan serta CEO Cypress Wellness Center (kantornya di Saint Petersburg, Florida, AS), menyatakan bahwa cemburu pasti dialami semua pasangan. Cemburu ada dua: normal dan tidak normal.
Kecemburuan normal. Dalam hubungan pernikahan cemburu ringan sesekali pasti muncul. Itu mengingatkan pasangan untuk tidak meremehkan satu sama lain.
Kecemburuan normal memotivasi pasangan untuk saling menghargai dan berupaya secara sadar untuk memastikan pasangan mereka merasa dihargai.
Kecemburuan normal justru mempertajam emosi, membuat cinta terasa lebih kuat. Dalam dosis kecil yang dapat dikelola, kecemburuan bisa menjadi kekuatan positif dalam suatu hubungan.
Kecemburuan tidak normal. Kecemburuan intens atau tidak rasional dan berlarut-larut. Tidak rasional karena tanpa indikator bahwa hubungan mereka akan berakhir akibat perselingkuhan.