PCI ISNU Unair adalah jembatan yang menghubungkan tradisi pesantren dengan ilmu modern, sekaligus mengingatkan kita semua: sudah saatnya warga NU berhenti merasa inferior.
Hari Santri harus dimaknai sebagai momentum kebangkitan, saat santri tampil ke depan bukan sebagai pengikut, melainkan sebagai pemimpin.
MEMBALIK STEREOTIPE NU
Masih ada segelintir yang menempelkan cap ”tradisional” kepada NU, seolah menjadi warga NU berarti tertinggal dari perkembangan zaman. Pandangan itu tak hanya keliru, tapi juga berbahaya karena menutupi fakta.
NU sejak awal berdiri adalah rumah cendekia. Hari ini ratusan profesor dan ribuan doktor yang berafiliasi dengan NU bekerja di universitas besar, laboratorium penelitian, hingga lembaga kebijakan internasional.
Kolaborasi pesantren dan kampus juga makin intensif. Program pesantren sains atau riset kolaboratif di universitas Islam negeri menunjukkan bahwa pesantren tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menghasilkan inovasi. Data dan kiprah itu adalah argumen telak untuk membalik stereotipe. NU adalah organisasi intelektual, sekaligus motor kemajuan bangsa.
POTENSI, RISIKO, DAN TATA KELOLA
Kehadiran ISNU di Unair menghadirkan peluang besar. Dengan struktur formal, ISNU dapat menyelenggarakan riset interdisipliner berbasis nilai Ahlussunnah Waljamaah, mengadakan forum pengabdian masyarakat serta berperan dalam advokasi kebijakan pendidikan maupun ekonomi inklusif.
Indikator keberhasilannya bisa dilihat dari jumlah kegiatan ilmiah bersama, publikasi riset, hingga implementasi rekomendasi kebijakan.
Namun, peluang besar selalu dibarengi risiko. Tiga hal yang kerap dikhawatirkan adalah politisasi, eksklusivisme, dan beban birokrasi. Untungnya, regulasi kampus sudah jelas: organisasi di kampus boleh hadir sepanjang sesuai aturan dan bebas dari politik praktis.
Dengan demikian, kunci tata kelola ISNU Unair adalah kepatuhan pada regulasi, transparansi kegiatan, dan inklusivitas.
Pengurus harus berkomitmen menjauh dari politik praktis, mengedepankan agenda ilmiah, serta membuka diri terhadap kolaborasi lintas kelompok. Struktur organisasi yang ramping dan pemanfaatan fasilitas kampus dapat mencegah beban administrasi berlebih.
SAATNYA NU SCHOLAR ”COME OUT”
Pendirian ISNU Cabang Istimewa Universitas Airlangga adalah tonggak sejarah. Momentum itu bertepatan dengan Hari Santri, menjadikan pesannya kian kuat: sudah saatnya sarjana NU berhenti merasa minder. Identitas ke-NU-an bukan beban, melainkan sumber legitimasi moral dan intelektual.
NU telah membuktikan diri sebagai organisasi intelektual sejak para pendiri. Kini ribuan sarjana NU siap meneruskan perjuangan dengan lebih percaya diri. Dengan tata kelola yang baik, agenda nyata, dan dukungan kampus, ISNU Airlangga bisa menjadi model nasional bagaimana pesantren dan universitas bersinergi untuk kemajuan ilmu dan masyarakat.
Mari, sambut Hari Santri dengan keyakinan baru: menjadi NU adalah kehormatan. Dan, menjadi sarjana NU adalah panggilan untuk tampil, bersuara, dan memimpin. Saatnya ”come out” dengan penuh percaya diri. (*)