BACA JUGA:Video Siswa SD Cium MBG, Langsung Kabur: Viral Semangka Muntah
BACA JUGA:Solusi Perbaikan MBG
Bahkan, dalam perspektif yang lebih luas, MBG bisa meningkatkan status gizi masyarakat, mengurangi angka stunting dan malanutrisi serta menjadi investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Secara ekonomis, program itu juga bertujuan memperkuat ketahanan pangan nasional dan mendorong perekonomian lokal dengan menciptakan lapangan kerja. Pun, mengamankan pasokan pangan yang bergizi dan terjangkau sebagai bagian dari strategi ketahanan pangan nasional.
MBG juga akan ikut mendorong tumbuhnya ekonomi lokal, mulai menciptakan lapangan kerja baru hingga meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengadaan bahan makanan.
Atas dasar itulah, MBG bukan sekadar program bagi-bagi proyek dan makanan gratis, melainkan investasi jangka panjang untuk membangun sumber daya manusia Indonesia yang lebih sehat, cerdas, dan produktif untuk masa depan bangsa.
Di sanalah pentingnya memastikan bahwa pelaksanaan program itu tidak hanya berjalan administratif di atas kertas, tetapi juga harus berkualitas, berkeadilan, dan berkemanusiaan.
DAPUR SEKOLAH DAN KEARIFAN LOKAL
Salah satu model pengelolaan MBG adalah swakelola. Istilah lain untuk model itu adalah ”dapur sekolah atau school kitchen”. Model itu diusulkan menjadi pelaksana program MBG sebagai penyedia hingga pendistribusian makanan.
Hal tersebut pernah disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti seusai acara seminar nasional dan peresmian tower Fakultas Pendidikan dan Ilmu Keguruan (FKIP), Universitas Muria Kudus (Selasa, 7 Oktober 2025).
Dalam banyak hal, model pengelolaan itu memiliki beberapa keunggulan.
Pertama, sekolah di daerah –bisa dipastikan– paling tahu jenis makanan yang cocok dan digemari murid-muridnya. Ada nilai kearifan lokal yang hidup di dalamnya.
Penggunaan bahan pangan lokal seperti jagung, singkong, ikan laut, tempe, sayuran khas daerah, dan sebagainya akan lebih banyak.
Itu bukan hanya soal selera, melainkan juga soal keberlanjutan ekonomi lokal. Sebab, bahan pangan dapat dibeli dari petani atau nelayan sekitar.
Kedua, sekolah akan sangat berhati-hati dalam mengelola MBG karena mereka berhadapan langsung dengan murid dan orang tua. Pengawasan sosial berjalan secara alami.
Anak-anak bisa langsung menyampaikan pengalaman mereka terhadap makanan yang disajikan kepada orang tua. Orang tua pun akan mudah melakukan kontrol.