Ormas Islam reformis itu dinilai paling mudah bekerja sama dan bersinergi dengan kelompok agama lain, baik dalam penyelesaian masalah sosial-kemanusiaan maupun pendidikan.
Di wilayah Indonesia Timur, 80 persen pengguna layanan kampus-kampus Muhammadiyah adalah kalangan muda nonmuslim. Itu terasa sangat enjoy, adaptif, dan kolaboratif.
Peran aktif dalam menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran dilekatkan pada Muhamamdiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar. Jargon itu mencerminkan kepedulian sosial dan tanggung jawab moral yang tinggi sebagai jalan kritik sosial konstruktif kepada negara.
BACA JUGA:PP (Perusahaan Pertambangan) Muhammadiyah
BACA JUGA:Holding Muhammadiyah, Waralaba Nahdlatul Ulama (NU)
Muhammadiyah selalu aktif dalam mengawal kebijakan publik agar sesuai dengan kepentingan rakyat dan nilai-nilai keadilan sosial. Jihad politik melalui Mahkamah Konstitusi juga dilakukan.
Kendati demikian, Muhammadiyah menjaga hubungan yang konstruktif tetapi kritis dengan pemerintah. Meski tidak ragu mengkritik kebijakan yang tidak prorakyat, Muhammadiyah tetap tidak terlibat langsung dalam politik praktis.
Di tengah kontestasi politik, Muhammadiyah berusaha menjaga netralitasnya. Meski anggotanya memiliki kebebasan berpolitik, Muhammadiyah tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun.
Hal itu untuk memastikan bahwa fokus utama organisasi tetap pada pemberdayaan masyarakat dan advokasi kebijakan publik yang adil.
Melalui peran-peran itulah, Muhammadiyah telah menunjukkan komitmennya dalam membentuk masyarakat sipil yang kuat dan berdaya di Indonesia, sejalan dengan nilai-nilai Islam dan prinsip-prinsip demokrasi.
Itulah konsep masyarakat sipil Muhammadiyah yang tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai keagamaan dan moralitas, bernuansa islami, persaudaraan, transendental, dan berperadaban.
REKONSTRUKSI BALDAH THAYYIBAH
Baldah thayyibah atau ”Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur” adalah konsep Qur’ani yang menggambarkan suatu masyarakat yang diberkahi Allah dengan kesejahteraan, keamanan, dan keberlanjutan moral.
Dalam Al-Qur’an, istilah itu disebut dalam Q.S. Saba’:15, ”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ’Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu adalah) negeri yang baik (Baldah Tayyibah) dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun’.”
Makna Qur’ani itu menekankan bahwa suatu negeri yang baik tidak hanya memiliki kesejahteraan material, tetapi juga keberkahan spiritual yang terjaga melalui nilai-nilai keadilan dan kesyukuran. Ciri-ciri masyarakat yang mendukung terwujudnya baldah thayyibah mencakup beberapa aspek fundamental.
Antara lain, masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam segala aspek kehidupan, kondisi ekonomi yang stabil-adil sehingga tidak ada kesenjangan yang mencolok dan nilai keislaman yang dijaga-wariskan kepada generasi mendatang.