HARIAN DISWAY - Nungki Kusumastuti banyak makan asam garam di jagat peran tanah air. Belum lama ini, pelakon yang juga penari itu memainkan peran penting di balik layar Festival Film Indonesia (FFI) 2025, Puspawarna Sinema Indonesia.
“Sebelum mengiyakan permintaan untuk menjadi juri akhir, saya bertanya kepada teman-teman yang pernah di posisi itu. Saran yang saya dapat adalah, ‘Kalau kamu suka mengamati, ambil aja.’ Dan, itulah yang saya pilih,” ujar Nungki, membuka perbincangan via Zoom dengan Harian Disway pada Jumat sore, 28 November 2025.
Pernah dua kali menjadi juri dalam perhelatan FFI membuat perempuan bernama lengkap RA Siti Nurchaerani Kusumastuti itu tahu bakal sesibuk apa aktivitas penjurian. “Bedanya, dulu jadi juri seleksi awal. Sekarang menjadi juri akhir,” terangnya.
Tahun ini, juri akhir wajib menonton 16 film. Karena yang dinilai adalah film layar lebar, maka menontonnya pun harus di bioskop. Dengan demikian, para juri bisa leluasa memberikan penilaian sesuai kriteria yang sudah ditetapkan panitia FFI 2025, Puspawarna Sinema Indonesia. “Kami diminta memberikan penilaian kualitatif,” ujar Nungki.
BACA JUGA:Reza Rahadian dan Persembahan Cintanya untuk Perempuan lewat Pangku: Empat di BIFF, Empat di FFI
BACA JUGA:Ulasan Film Pangku Karya Reza Rahadian: Memangku Hidup yang Tak Boleh Membeku
Secara fisik, menonton 3 film dalam sehari itu melelahkan. Secara mental, aktivitas itu menguras pikiran. Jika ada juri yang berhalangan menonton bareng anggota dewan juri yang lain, panitia memberikan kesempatan untuk menonton sendiri.
Intinya, semua juri akhir wajib menonton semua film yang masuk nominasi dan harus diseleksi untuk mendapatkan yang terbaik.
“Sebagai aktor, tentu saja saya banyak menyoroti perihal akting dan pemeranan. Namun, tidak berarti keputusan soal aktor terbaik mutlak ada di tangan saya. Kami, juri akhir, punya suara yang sama,” ungkap pesohor yang kali pertama tampil di layar lebar lewat November 1828 karya Teguh Karya itu.
Keputusan final tim juri akhir diambil dalam pleno. “Plenonya sekitar 8 jam,” ujar Nungki. Ada perdebatan, adu argumen, dan tanya jawab dalam proses itu. Namun, keputusan yang kemudian dipublikasikan kepada publik adalah tanggung jawab bersama.
NUNGKI KUSUMASTUTI menarikan Adaninggar dalam karya tari Kumolo Bumi pada 2019.--Instagram/Nungki Kusumastuti
BACA JUGA:Sinopsis Film Pangku, Kisah Perempuan di Tengah Kerasnya Jalur Pantura
BACA JUGA:5 Pemeran Film Pangku, Claresta Taufan dan Fedi Nuril Jadi Pasangan Kekasih Penuh Dilema
“Yang terjadi dalam pleno adalah diskusi sehat. Penilaian masing-masing juri sangat komprehensif. Kami berusaha keras menghilangkan subyektivitas demi hasil yang memuaskan. Menurut saya, hasil pleno itu bikin lapang,” bebernya.
Tentu saja dalam proses penjurian, para juri sering terlibat diskusi. Terutama, diskusi-diskusi kecil setiap selesai menonton film. Bertukar pendapat dan komentar menjadi hal yang “sehat” dalam aktivitas penjurian.
Nungki yang meraih Piala Citra sebagai Aktris Terbaik untuk perannya di Perempuan dalam Pasungan (1980) itu mengatakan bahwa sinema Indonesia saat ini menyenangkan.
Produksinya berlimpah, dan banyak yang bagus. “Sinema kita pernah terpuruk pada era 1990-an. Jika dibandingkan dengan itu, kondisi saat ini sangat bagus,” tegasnya.
BACA JUGA:Kajian Perubahan Perilaku dalam Film Sore: Istri dari Masa Depan
BACA JUGA:Makna Lagu Terbuang dalam Waktu Milik Barasuara, OST Sore: Istri Dari Masa Depan yang Sedih Banget
Nungki bersyukur karena sampai saat ini masih sering diajak main film. “Memang peran yang didapatkan tentu ya sesuai usia. Saya harus akui bahwa di usia sekarang, peran yang ditawarkan ya menjadi ibu-ibu. Dan ibu-ibu dalam film Indonesia memang jarang yang menjadi peran utama,” katanya.
Peran besar atau kecil bukan masalah bagi Nungki. Dosen IKJ tersebut menganggap semua peran dalam film itu penting. Sebab, tanpa peran yang kecil, sebuah film tidak akan menjadi utuh.
“Perannya besar atau kecil, saya tentu menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Sebab, yang berakting itu saya, yang berperan itu saya. Saya harus tetap memberikan yang terbaik,” ungkapnya.
Nungki juga mengikuti perkembangan industri film yang sering “memaksakan” tampilnya bintang dalam film hanya karena sosoknya pernah viral atau punya jutaan follower di media sosial. Bagi dia, fenomena seperti itu tidak terlalu mengganggu.
DIDIK NINI THOWOK memasangkan hiasan kepala dari Tiongkok ke kepala Nungki Kusumastuti saat didolani di sanggarnya pada 2022.--Instagram/Nungki Kusumastuti
BACA JUGA:Profil 6 Pemain Film Sore: Istri dari Masa Depan, Dion Wiyoko-Sheila Dara Jadi Pasutri Unik
BACA JUGA:Daftar Pemain Film Start Up Never Give Up, Ada Sheila Dara Hingga Ucok Baba
“Saya pribadi selalu percaya, ada bakat seni dalam diri tiap insan. Hanya saja, kadarnya berbeda-beda. Tiap orang membutuhkan kesempatan untuk bisa menunjukkan bakat seninya. Menurut saya, keviralan atau sensasi itu bisa menjadi kesempatan,” paparnya.
Lebih lanjut, Nungki mengatakan bahwa menjaga konsistensi di jagat seni peran itu tidak gampang. Seleksi alam berlaku. Ketika kesempatan datang dan tidak dirawat dengan konsistensi, maka eksistensi aktor juga akan memudar.
“Sampai sekarang, saya masih berusaha menjaga konsistensi. Saya juga masih menantikan peluang untuk main film sebagai tokoh yang emosionalitasnya kompleks. Pasti sangat menantang,” pungkasnya lalu tersenyum. (*)