Kita paham betul arah jalan. Kita mengingat ulang tahun teman tanpa bantuan aplikasi. Kini semuanya diambil alih gadget.
Psikolog sosial Jonathan Haidt dalam bukunya The Anxious Generation bahkan menunjukkan bagaimana ponsel pintar telah mengubah masa kanak-kanak, meningkatkan kecemasan, menurunkan interaksi sosial, serta melemahkan kemampuan fokus anak dan remaja.
BACA JUGA:ChatGPT Go: Fitur Unggulan yang Membuatnya Layak Dicoba
BACA JUGA:5 Cara Memanfaatkan ChatGPT untuk Memaksimalkan Pendidikan
Pertanyaan klasik kembali muncul: “Apakah kita membentuk alat, atau alat yang membentuk kita?” Di era AI, pertanyaan itu terasa semakin menekan.
India, negara dengan penggunaan ChatGPT tertinggi di dunia, menghadapi risiko besar. Anak-anak dan remaja mulai menjadi konsumen pasif pengetahuan yang dihasilkan AI.
Jika seorang pelajar 16 tahun menulis esai sejarah memakai ChatGPT, hasilnya mungkin sempurna. Tetapi apa yang ia pelajari? Berdasarkan studi MIT: nyaris tidak ada.
Lantas, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Perdebatan tentang benar atau tidaknya studi MIT bukan inti persoalan. Pertanyaan terpenting adalah: bagaimana agar manusia tetap tajam berpikir di era AI? Berikut beberapa rekomendasinya:
BACA JUGA:7 Fakta Menarik tentang AI ChatGPT
BACA JUGA:Apple Kembangkan Answer Engine Mirip ChatGPT Lewat Tim Rahasia AKI
1. Ajarkan Bertanya, Bukan Hanya Menjawab
Ketika jawaban semakin mudah didapat, kemampuan bertanya yang tepat akan menjadi keunggulan manusia.
Pendidikan perlu menekankan rasa ingin tahu, keberanian berpikir, dan kemampuan meragukan sesuatu secara sehat.
2. Balikkan Pola Kelas dan Pekerjaan Rumah
Waktu belajar di kelas sebaiknya diisi aktivitas “otak murni”: diskusi, debat, menulis jurnal, dan matematika mental.
Sementara penggunaan AI dapat diarahkan sebagai bagian dari tugas rumah untuk mempelajari materi sebelum kelas.
BACA JUGA:Cara Pakai ChatGPT Biar Produktivitas Meningkat (Tanpa Overreliance)
BACA JUGA:5 Cara Membuat Foto Ghibli lewat AI ChatGPT