Seperti halnya aturan pemakaian ponsel di sekolah, perlu batasan jelas kapan AI boleh digunakan, dan kapan tidak.
Ilustrasi Melibatkan AI ChatGPT ke dalam Pendidikan.-AI Generated-Freepik
4. Kolaborasi Guru dan AI
Guru harus dididik untuk menggunakan AI sebagai co-teacher, bukan penopang yang membuat mereka pasif. AI sebaiknya memperkaya proses pembelajaran, bukan menggantikannya.
5. Tingkatkan Literasi AI untuk Semua
AI literacy kini sama pentingnya dengan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Literasi AI berarti:
- tahu kapan menggunakan AI dan kapan tidak,
- mampu memverifikasi fakta, bias, dan logika,
- mampu bekerja bersama AI tanpa kehilangan suara pribadi,
- mempertahankan kendali kognitif dan etika di tengah arus mesin cerdas.
BACA JUGA:5 Alasan Utama Gen Z Mengandalkan ChatGPT untuk Curhat
BACA JUGA:OpenAI Luncurkan DeepResearch, Lengkapi ChatGPT untuk Melawan DeepSeek
Kita harus mengajarkan “berpikir, bertanya, memeriksa, dan memverifikasi” sama seriusnya seperti dulu mengajarkan “membaca, menulis, menambah, dan mengalikan”.
AI Tidak Perlu Membuat Kita Lemah - Jika Kita Bijak
Sejarah menunjukkan bahwa manusia akan selalu beradaptasi. Mesin hitung tidak mematikan aritmatika, ponsel tidak menghancurkan komunikasi, dan mobil tidak membuat manusia lupa berjalan. Kita menyesuaikan diri. Terkadang kikuk, tetapi pada akhirnya kreatif.
AI mungkin meniru cara berpikir manusia. Tetapi justru membuat kemampuan manusia semakin berharga: imajinasi, empati, kreativitas, dan kebijaksanaan.
Contohnya terlihat pada dunia catur. Sejak komputer mengalahkan Garry Kasparov pada 1997, AI dapat mengalahkan grandmaster mana pun.
BACA JUGA:DeepSeek vs ChatGPT: Mengendus Peluang Ekonomi
BACA JUGA:DeepSeek vs ChatGPT, Adu Kelebihan dan Kekurangan