Permainan rapi distribusi rokok ilegal membuat bisnis gelap itu semakin merajalela. Basisnya dari Pulau Madura. Kongkalikong dengan oknum pun terungkap. Mencerminkan kegagalan kebijakan dan masih mudahnya sogokan.
—- Pulau Garam ternyata menjadi salah satu pusat produksi terbesar rokok ilegal. Bisnis gelap itu berakar dari gudang-gudang kecil di sana. Kemudian menyebar ke seluruh daerah, terutama Kota Surabaya. Baik dijajakan terang-terangan di pinggir jalan maupun secara sembunyi di toko-toko kelontong. “Yang jelas, rokok ilegal itu diambil dari petani-petani tembakau di Madura,” ungkap Riki (bukan nama sebenarnya), seorang sales rokok ilegal asal Madura, saat dihubungi Harian Disway.Lewat tangan Riki, rokok-rokok ilegal itu diedarkan. Tugasnya memang mendistribusikan barang gelap itu ke pengecer di kota-kota besar. Jaringan tersebut tak sembarangan. Setiap kota punya agen lokal yang mengatur pasokan.
Akses peredarannya bisa lewat banyak jalur. Awalnya, dijual terbatas ke toko-toko kelontong milik warga Madura. “Tiap kota itu kita ada agennya. Ada yang bantu jualan,” bebernya.
Namun, lambat laun, mulai meluas. Banyak warga kota setempat tergiur menjualnya. Tentu, kata Riki, karena mereka tahu keuntungan yang didapat sangat besar. Begitu jauh dengan menjual rokok legal.
Cara distribusinya juga “profesional”. Bisa lewat travel atau transportasi umum. Tetapi, Riki sendiri biasa mengirim dengan menggunakan mobil boks yang bisa memuat puluhan karton.
Distribusinya mulus di tahun-tahun awal karena belum marak pengawasan. Tapi, kini, para distributor harus punya backing. “Kalau dulu mereka (aparat penegak hukum, Red) cuek aja. Sekarang ada oknum bea cukai, Satpol PP, dan aparat yang tahu perputaran uangnya besar. Jadi, mereka ikut main juga,” terangnya.
Tak semua aparat yang disebut di atas terlibat. Tapi, cukup banyak yang melihat dan tahu, lalu ikut bagi hasil. Bahkan, ada yang jadi mitra bisnis langsung. Mereka siap menyediakan perlindungan.
Namun, situasi sedikit berubah sejak Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menggaungkan penindakan tegas terhadap penjualan rokok ilegal. Bikin susah kirim pakai travel atau transportasi umum. “Banyak yang takut. Padahal dulu gampang. Tapi, di lapangan, belum terasa keras. Masih bisa jalan, cuma harus lebih hati-hati,” ungkapnya.
Rokok ilegal tak hanya satu jenis. Produsen membaginya dalam tiga kategori. Ada kretek tanpa filter, kretek berfilter, dan rokok menthol alias rasa-rasa. Selera pasar menentukan distribusi.
“Untuk Jawa Barat, yang laku semua rasa menthol. Kalau Surabaya dan kota besar lain, banyak yang suka putihan,” katanya. Merek dibuat mirip produk legal. Bukan untuk menipu, tapi biar terkesan banyak pilihan.
Banyak produsen ilegal itu sebenarnya juga memproduksi rokok legal. Tapi, mereka enggan terjebak untuk mendapatkan pita cukai. Karena, biasanya harus membayar di muka sebelum rokok laku terjual. “Pitanya mahal banget. Rokok belum jalan, sudah diminta tebus dulu. Kalau dipaksakan bisa boncos. Rugi besar,” keluhnya.
Karena itu, mereka memilih jalan gelap. Bukan karena ingin melawan negara, tapi karena sistem tidak ramah bagi pengusaha kecil. Meski Madura jadi tulang punggung produksi, Riki mengaku Malang juga jadi pusat produksi besar.
“Ada juga pengusaha rokok ilegal di Malang. Ada gudangnya juga. Lumayan besar,” katanya. Bahkan, ada konsumen yang bisa membedakan mana produk rokok Madura atau Malang.
Begitulah jaringan tersebut bekerja menjangkau pasar menengah ke atas. Riki tak menyangkal bahwa rokok ilegal merugikan negara. Tapi, ia berharap pemerintah tak hanya menghabisi, melainkan membuka ruang dialog.
“Harapannya, pemerintah bisa menemui bos-bos di pabrik. Jangan dihabisi, tapi diajak rembuk. Gimana caranya kita bisa dapat pita cukai yang murah, sistemnya fleksibel,” katanya.
Sebab, bila mereka dipaksa masuk jalur legal, tentu akan kalah bersaing. Selama ini, imbuh Riki, harga murah merupakan satu-satunya kekuatan rokok ilegal. Soal kualitas? Riki cs jelas kalah. Soal pasar? apalagi. Tapi, masyarakat tetap memilih rokok ilegal karena ekonomi mereka juga ngos-ngosan.