KPK, Keppres, dan Pertarungan Narasi Antikorupsi

Sabtu 06-12-2025,07:33 WIB
Oleh: Ulul Albab*

Keenam, tidak mempertimbangkan utang PT JN, kondisi fisik kapal, biaya perbaikan, dan utang pajak.

BACA JUGA:Banjir, Kode Pungli di Rutan KPK

BACA JUGA:Eks Ketua KPK Agus Rahardjo: Hentikan...!

Ketujuh, memaksakan akuisisi meski ASDP secara finansial tidak mampu, hingga harus berutang ke bank.

Kedelapan, mengabaikan saran BPKP bahwa penilaian kapal terlalu tinggi.

Kesembilan, membeli kapal yang tidak layak jalan dan tidak sesuai standar IMO.

Kesepuluh, beberapa kapal tidak diasuransikan dan izinnya belum lengkap.

Kesebelas, tidak mempertimbangkan kondisi bisnis penyeberangan yang sudah jenuh.

BACA JUGA:Gazalba Langganan KPK

BACA JUGA:Perkara Pemerasan Pimpinan KPK Mengerucut

Keduabelas, memengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan sesuai skenario tertentu.

Rangkaian tindakan itu membuat KPK menyimpulkan adanya rekayasa akuisisi demi menguntungkan pihak tertentu. Dengan demikian, bagi KPK, kasus tersebut bukan soal ”kesalahan manajerial”, melainkan kejahatan korupsi yang disengaja. 

Majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat sejalan dengan konstruksi itu, memvonis Ira Puspadewi 4,6 tahun penjara dan dua direksi lain masing-masing 4 tahun penjara. Putusan telah inkrah di tingkat pertama. Sampai titik itu, logika hukum berjalan normal.

NARASI BERBALIK DARI DALAM ISTANA

Keanehan dimulai ketika DPR masuk arena. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa lembaganya menerima aspirasi masyarakat, kemudian meminta komisi III melakukan kajian hukum. Kajian tersebut kemudian diajukan kepada pemerintah –dan berujung pada keppres rehabilitasi.

Apa isi kajian DPR? Mengapa hasilnya bertentangan total dengan analisis KPK dan putusan hakim? Publik tidak pernah mendapatkan akses utuh terhadap argumen tersebut.

Kategori :