Seperti pada perkara pertama, penyidik menemukan bahwa SR turut mempertemukan Hudiyono dan JT untuk mengarahkan pengelolaan hibah agar dikerjakan rekanan tertentu, yakni JT. Melalui perusahaan pinjaman HB, JT memenangkan paket pekerjaan senilai Rp11,87 miliar.
“Penyidik menemukan bahwa laporan pertanggungjawaban dibuat seolah-olah seluruh kegiatan rampung pada 2017, padahal pengiriman barang ke sekolah baru tuntas 2018. Perbuatan para tersangka menyebabkan potensi kerugian negara mencapai Rp78 miliar,” jelas Kajati Jatim.
Agus Sahat menegaskan bahwa penetapan dua tersangka baru ini membuktikan komitmen Kejati Jatim dalam mengungkap praktik korupsi terstruktur yang melibatkan jaringan rekanan dan penyelenggara negara.
“Kami bergerak berdasarkan alat bukti dan fakta hukum. Setiap pihak yang terlibat, tanpa terkecuali, akan kami proses sesuai ketentuan,” tegasnya.
Penyidik memastikan pengembangan perkara masih terus berjalan, termasuk kemungkinan tersangka tambahan apabila ditemukan kecukupan bukti. (*)