Maksudnya, di Inggris banyak remaja perempuan yang belum menikah yang sudah hamil dan punya anak. Tentu akibat hubungan seks dengan pacar. Itu di sana sudah biasa. Hasilnya berakibat buruk bagi remaja perempuan dan anaknyi.
Antara lain, si pacar kabur meninggalkanyi. Atau, hidup serumah (dengan pacar), tapi jadi korban kekerasan pacar. Atau, mereka hidup rukun, tapi si pria menganggur. Aneka hal negatif bisa terjadi.
Riset The University of Essex mengatakan, manfaat dari orang tua yang terlalu protektif paling terasa di kalangan remaja yang prestasi akademiknya paling rendah, yang sering kali tidak memiliki teman atau guru yang bersedia mendorong mereka.
Peneliti Ericka Rascon-Ramirez mengatakan:
”Dalam banyak kasus, kita berhasil melakukan apa yang kita yakini lebih nyaman bagi kita. Bahkan, ketika hal itu bertentangan dengan keinginan orang tua kita.”
Dilanjut: ”Tetapi, sekeras apa pun kita mencoba menghindari saran orang tua kita, sangat mungkin mereka akhirnya memengaruhi kita, dengan cara yang lebih halus, untuk pilihan yang kita anggap sangat pribadi.”
Ramirez dalam risetnyi menyebutkan, perilaku yang dianggap nyaman bagi anak sering berkebalikan dengan keinginan ibunda.
Dilanjut: ”Harapan orang tua kita tentang pilihan sekolah kita kemungkinan besar merupakan faktor penentu utama dalam keputusan kita untuk memiliki anak atau tidak selama masa remaja kita.”
Bisa disimpulkan, banyak anak melakukan hal yang mereka anggap nyaman. Termasuk bersekolah di sekolah yang berdisiplin rendah. Agar anak (perempuan) bisa banyak main-main. Santai. Pacaran. Hamil. Melahirkan.
Sebaliknya, pilihan ibunda pada sekolah yang berdisiplin ketat. Banyak tugas. Menegakkan aturan secara konsisten. Menghukum pelajar yang malas. Pokoknya, pelajar tidak bisa santai.
Dengan sekolah ketat, pelajar akan fokus belajar. Remaja putri tidak bisa pacaran dan hamil.
Riset menemukan, tekanan orang tua terhadap anak perempuan akan meningkatkan peluang mereka untuk kuliah dan mengurangi kemungkinan berprestasi buruk di sekolah.
Lebih lanjut, pelajar perempuan yang ditekan ibu punya peluang lebih besar untuk kuliah dan cenderung tidak menganggur, atau dapat upah rendah ketika mereka mendapatkan pekerjaan.
Dari riset itu jelas, ibunda cerewet tidak hanya dianggap bertujuan baik terhadap masa depan anak, tetapi hasil riset memaparkan bahwa kecerewetan ibu menghasilkan kebaikan bagi anak. Sebab, semua ibu mencintai anak-anaknyi.
Di kasus Medan, akun medsos korban Ayu sering mengunggah momen indah saat ulang tahun dua putrinyi yang cantik-cantik (termasuk si bungsu, pelaku). Di situ dia mengucap doa buat dua anak perempuannyi itu. Ada doa dan harapan.
Tahun 2020, Ayu mengunggah harapannyi kepada si bungsu (pelaku). Waktu itu si bungsu berusia 7 tahun. Posturnyi tinggi untuk ukuran anak usia segitu. Cantik. Rambutnyi indah berkilau.