Orang membunuh orang lain disebabkan aneka unsur. Antara lain, unsur uang. Walaupun, tidak semua orang miskin jadi penjahat. Bahkan, lebih banyak orang miskin yang hidup tanpa pelanggaran hukum daripada orang miskin yang jadi penjahat.
BBC mengutip teori sosiolog Amerika Serikat (AS) Robert K. Merton (1910–2003): strength theory. Berdasar teori tersebut, orang melakukan kejahatan, bahkan pembunuhan, karena ketegangan sosial. Pelaku tertekan oleh kehendak sosial di tempat ia hidup. Teori itu dicetuskan Merton tahun 1950.
BBC menyebutkan, berdasar teori Merton, perilaku hidup manusia cuma ada dua: ikut aturan sosial dan tidak ikut aturan sosial.
Ikut aturan, berarti orang harus berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup utama dan sekunder. Berjuang melalui belajar (di sekolah, dari buku, dan dari mana pun, yang penting belajar). Setelah belajar, orang akan memiliki suatu keterampilan terkait bidang yang dipelajari.
Setelah orang punya keterampilan, ia akan bekerja, berbisnis, berpolitik, atau apa pun yang menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Golongan kedua, orang yang tidak ikut aturan. Berarti tidak belajar. Bisa karena malas, bodoh, tidak punya kesempatan, atau apa pun sehingga ia tidak pernah belajar apa-apa.
Orang golongan satu dan dua sama-sama hidup dalam masyarakat. Hasilnya, orang golongan pertama bisa memenuhi kebutuhan hidupnya melalui jalan normal.
Orang golongan dua, ke sana kemari ditolak masyarakat. Ditolak bekerja di suatu lowongan kerja ataupun dijauhi dalam pergaulan (mungkin dicurigai ia bakal ngutang, ngemplang).
Penolakan masyarakat itu membuat orang golongan dua frustrasi. Ia mengambil jalan pintas. Jalan kriminal. Bisa menipu, mencuri, merampok, membunuh, asal bisa dapat hasil untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Teori Merton itu dikaitkan dengan tersangka Suyit, cocok. Berdasar cerita tetangganya, Suyit hidup miskin dan dikasihani. ”Anaknya dua, yang satu masih SD,” kata Azwar.
Maka, ditawari apa pun yang bisa menghasilkan duit, Suyit sangat mungkin bakal mau. Ia sudah gelap mata dalam mencari nasi buat ia dan keluarga.
Sementara itu, tersangka Agus tidak cocok dengan strength theory. Ia tidak dalam posisi frustrasi tertekan masyarakat. Justru sebaliknya. (*)