Operasi Katarak Akibatkan Kebutaan, Klinik Mata Surabaya Dihukum Bayar Rp 1,2 Miliar
Elly Poerwanto (kanan) bersama kedua saudaranya.-Michael Fredy Yacob-
SURABAYA, DISWAY.ID- Seorang dokter spesilis mata, yakni dr Moestidjab, berserta Klinik Mata Surabaya (Surabaya Eye Clinic) dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Tatok Poerwanto. Yaitu, membuat mata kiri Tatok mengalami kebutaan permanen.
Akibatnya, keduanya dihukum untuk membayar ganti rugi materiil dan imatreiil sebesar Rp 1,2 miliar. Hukuman itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1815 K/Pdt/2021. Dikeluarkan 29 September 2021.
MA mengabulkan kasasi yang diajukan Tatok Poerwanto. Atas putusan itu, putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 277/PDT/2020/PT.SBY tidak berlaku. Putusan tersebut –menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 415/Pdt.G/2019/PN.Sby pada 10 Maret 2020– secara sah dibatalkan.
Kuasa hukum Tatok Poerwanto, yakni Eduard Rudy Suharto, mengatakan bahwa putusan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menyebutkan bahwa dr Moestidjab tidak bersalah. Putusan itu berdasarkan keterangan ahli dari Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami) Cabang Surabaya.
Ahli secara tegas mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Moestidjab telah sesuai dan tidak melanggar kode etik. ”Namun, keterangan itu akhirnya dipatahkan berdasarkan rekam medis,” ujar Eduard Selasa (17/5).
Rekam medis itu didapatkan dari rumah sakit di Singapura dan Australia. Itu dilakukan sebagai pembanding. Rekam medis tersebut malah mengatakan sebaliknya. Kesalahan itu terjadi karena adanya human error.
”Dokter di dua negara itu menjelaskan, kejadian yang dialami kliennya tersebut bukan seperti yang disampaikan ahli. Yakni, adanya kencing manis dan sebagainya,” ungkap pria yang juga menjabat ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Surabaya itu.
Dalam rekam medis pembanding yang diterimanya disebutkan, Moestidjab memukul lapisan katarak terlalu keras. Akibatnya tembus ke kornea mata.
Kemudian, luka tersebut kemasukan luka dari katarak. Lalu, luka itu ditutup tanpa dibersihkan. Alasannya, alat mereka belum lengkap. Kemudian, dirujuklah ke Rumah Sakit Graha Amerta dengan alasan peralatan lebih lengkap.
”Ini menjadi bumerang bagi mereka. Karena dua dalil tersebut berhasil saya patahkan. Saya katakan dengan bukti di internet bahwa mereka mengeklaim peralatan klinik mereka terlengkap se-Asia Tenggara,” tegasnya.
Moestidjab beserta Klinik Mata Surabaya melakukan negosiasi denda itu. Namun, permintaan keduanya sangat jauh dari putusan MA. Alhasil, tim PH Tatok mengajukan permohonan eksekusi harta benda kedua termohon pekan depan.
Sementara itu, anak korban, Elly Poerwanto, mengatakan bahwa ayahnya sangat terpukul dengan kejadian yang menimpanya. Saat ini ayahnya dalam kondisi depresi dan sering marah-marah.
”Kejadian tersebut sangat berdampak bagi papa saya. Badannya sekarang menjadi kurus. Diajak pergi ke mana-mana juga tidak mau. Anak-anaknya sudah berusaha mengajaknya jalan-jalan,” ujar Elly.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: