Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (4): Siupan Ratusan Juta Demi Arwah Leluhur

Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (4): Siupan Ratusan Juta Demi Arwah Leluhur

Peti mati stainless yang terlihat mewah dan elegan di Grand Heaven Surabaya.-Boy Slamet-Harian Disway-

Masyarakat Tionghoa percaya, peti jenazah atau siupan idealnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tak mudah lapuk, dan antibocor. Air tak merembes saat hujan atau saat air tanah sedang tinggi. Banyak yang rela membayar ratusan juta agar jenazah dan arwah tidak kebasahan.

 

CARE Advisor Grand Heaven Surabaya Budi Haryanto mengizinkan kami masuk ke gudang peti mati. Ruangan itu sempat viral di media sosial. Harga peti mewah mencapai Rp 100 juta-800 juta. Katanya, ada juga yang seharga Rp 1 miliar, tapi harus pesan. 

 

Inilah salah satu ruangan terbesar di Grand Heaven. Tinggi plafon ruangan di lantai 7 itu mencapai 6 meter. Terdapat ratusan peti yang dijejer hingga enam baris.

 

Peti dari logam dan kayu disusun di rak baja bersusun tiga. Harganya bervariasi. Mulai di bawah Rp 10 juta, hingga ratusan juta rupiah. 

 

"Yang ini impor," ujar Budi sambil menunjukkan peti putih yang terbuat dari stainless steel di dekat pintu masuk. 

 

Pintu peti bisa dibuka dua bagian. Seperti lemari es dua pintu. Tempat berbaring yang sangat empuk dibalut kain serba putih. Bagian luarnya dihias bergaya modern dengan nuansa Eropa. 

 

Peti logam tersebut paling banyak macamnya. Bahkan ada yang terbuat dari perunggu. Ada yang berhias ornamen flora, fauna, salib, hingga ukiran tradisional bergaya Tionghoa. 

 

Budi enggan menyebut harganya. Yang jelas ada yang mencapai ratusan juta. Ada kekhawatiran jika harga disampaikan muncul kesalahpahaman lagi.

 

Gara-gara video viral di TikTok maupun Instagram, banyak yang mengira ongkos jasa rumah duka Grand Heaven mencapai miliaran rupiah. Padahal itu besar kecilnya biaya tergantung pilihan konsumen. Banyak yang tidak tahu ada paket termurah di sana. Yang cuma Rp 6,5 juta itu.

 

BACA JUGA: Benar-Benar OTW to Heaven

 

"Kalau yang mahal jenisnya kayu," lanjut Budi sambil menunjuk siupan yang diletakkan di dekat dinding ruangan. Kami langsung menuju ke peti mati dengan corak kayu natural itu.

 

Inilah peti tradisional Tionghoa yang disebut siupan. Terbuat dari kayu tanpa sambungan. Tingginya bisa mencapai satu setengah hingga nyaris dua meter. 

 

"Mayoritas dari kayu jati, makanya harganya lumayan," ujar pria asal Cirebon itu. Kayu jati dengan ukuran jumbo sudah sangat langka. Makanya harga siupan bisa selangit. 

 

Siupan terdiri atas tiga bagian, yakni tutup, lambung, dan dasar. Bagian penutup dibentuk menyerupai sebuah kapal yang ujungnya meruncing dan lebih tinggi.

 

Sedangkan lambung dan dasar merupakan tempat meletakkan jenazah. Bentuknya menyerupai tabung. 

 

Ada kekhasan di bagian ujungnya yang menyerupai hidung babi. Makanya disebut siupan. Hidung babi. Peti tradisional itu produksi dalam negeri. Biasanya didatangkan dari Jepara atau Rembang. "Ada yang polos, ada yang diukir," lanjut Budi.

 

Ada dua jenis siupan, yaitu koden dan Teng Siang (TS atau berkualitas baik). Siupan koden terbuat dari rakitan atau penggabungan kayu-kayu jati, sedang TS berbahan baku kayu jati utuh atau gelondongan. Nah inilah yang memengaruhi harga jualnya. "Yang tanpa sambungan pasti lebih mahal karena lebih kedap air," ujar Budi sambil menunjukkan garis sambungan pada siupan koden yang masih tampak.

 

Biasanya masyarakat Tionghoa membeli siupan tidak berdasar ukuran tubuh mendiang, tetapi berdasar jiuk atau ukuran khusus siupan. Semakin besar jiuk-nya, semakin tinggi status dan kedudukan mendiang dan keluarganya.

 

Mereka yang mempunyai status dan kedudukan tinggi, biasanya akan meminta siupan berhias ukiran. Ada yang berwujud naga, kaligrafi, burung hong, hingga delapan dewa. 

 

Jumlah perajin siupan dan bahan bakunya semakin langka. Kondisi itu membuat harga siupan ikut naik dari waktu ke waktu. 

Jajaran peti mati yang disimpan di dalam Grand Heaven Surabaya.-Boy Slamet-Harian Disway-

 

Direktur Soerabaia Heritage Society (SHS) Freddy H. Istanto teringat dengan masa lalu ketika mendengar kata siupan. Leluhur dari keluarga dan keluarga istrinya sampai menyimpan kayu jati utuh untuk persiapan pemakaman. "Jadi di rumah itu ada kayu gelondongan. Karena mereka menginginkan kayu tanpa sambungan," kata Freddy kemarin (22/5). 

 

Kini tradisi itu mulai ditinggalkan. Freddy jarang menemui ada keluarga Tionghoa yang masih menyimpan kayu jati gelondongan untuk pemakaman. Termasuk keluarganya sendiri.

 

Kini, banyak pilihan peti jenazah. Termasuk yang dari logam. Ada juga peti dari kayu lain yang lebih murah namun tetap tahan air. "Sekarang banyak dilapisi cat Duco. Jadi anti air. Ada juga peti kremasi yang jenis kayunya mudah terbakar," lanjutnya.

 

Freddy sangat tertarik dengan kehadiran Grand Heaven di Surabaya. Menurutnya, rumah duka modern yang mewah itu bisa menjadikan rumah duka lain berbenah. Warga Surabaya dan sekitarnya juga memiliki banyak pilihan. Termasuk pilihan pemakaman tradisional memakai siupan.

 

"Karena rumah duka itu tidak selalu suram. Ada juga yang sangat modern dan arsitekturnya keren," ujar dosen Arsitektur dan Interior Universitas Ciputra Surabaya itu. (Salman Muhiddin)

 

Baca juga:


Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (1): Sering Dikira Hotel Bintang Lima, Rp 100 Juta Semalam

 

Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (2): Kerasan Kerja dan Tidur di Kamar Jenazah

 

Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (3): Benar-Benar OTW to Heaven

 

Mengunjungi Rumah Duka Grand Heaven Surabaya (5-habis): Uang Santunan bisa Rp 3,168 Miliar

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: