Gandol Truk dari Kediri Bantu Pertahanan Surabaya
Tak banyak prajurit pertempuran 10 November 1945 yang masih hidup. Yang tersisa kini hanya beberapa pejuang Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) yang tersebar di berbagai daerah. Hanya tersisa dua pejuang pelajar yang ada di Surabaya.
ISMANOE duduk di sofa kayu yang menghadap ke halaman luar rumahnya. Senyum tipisnya merekah menyambut kami yang baru masuk ke ruang tamu Selasa (9/11). “Silakan,” katanya lirih.
Putri ketiganya, Winta Anindyarini mengambil kursi untuk duduk di dekat sang ayah. Dia adalah istri Prof Riyanarto Sarno, sang penemu I-Nose: alat screening Covid-19 dari bau ketiak.
Rupanya, Prof Riyanarto yang masuk top 2 persen peneliti berpengaruh di dunia versi Stanford University itu adalah menantu Ismanoe. Harian Disway pernah meliput kisah Prof Riyanarto. Ternyatakami harus datang ke rumah sebelahnya untuk meliput Ismanoe. “Rumah ini nyambung dengan sebelah,” ujar Winta.
Ismanoe tak banyak merespons pembicaraan kami. Kata Winta, kami harus mengeraskan suara agar ayahnya bisa berkomunikasi dengan lancar.
Cuma itu keluhan kesehatan Ismanoe. Matanya masih awas melihat tanpa kacamata. Makan apa saja oke. Tidak ada asam urat, darah tinggi, atau penyakit berat yang diderita.
Siang itu ia sudah siap dengan seragam lengkapnya. Yang serba hitam itu. Mulai celana, kemeja hingga kopiah.
Enam lencana tanda kehormatan menempel di dada kirinya. Di atas lencana itu tertancap logo helm berbintang satu. Ada pena dari bulu dan senapan yang menyilang di depannya.
Itulah logo TRIP yang juga tersemat di kopiah hitamnya. Biasanya, seragam lengkap itu ia pakai setiap peringatan Hari Pahlawan 10 November.
Namun, selama dua tahun pandemi ini, kegiatan itu ditiadakan. Hanya generasi atau keturunan kedua atau ketiga TRIP yang tetap menggelar upacara peringatan Hari Pahlawan. “Kalau besok bisa, saya mau ikut,” kata pria kelahiran 1 Desember 1926 itu.
Keluarga tak mungkin mengizinkannya keluar rumah. Kasus Covid-19 memang sudah menurun. Namun, potensi penularan tetap ada.
Ismanoe yang kini lebih banyak di rumah pun memulai kisahnya. Ia lahir di Kediri dari keluarga yang berkecukupan. Ayahnya, Joyosumarto Muhajid, bisa menyekolahkannya sampai SMA.
Tapi, situasi memburuk. Muncul kabar bahwa Belanda akan datang lagi mengambil alih daerah jajahannya dari Jepang. Armada tentara Inggris yang menjadi sekutu Belanda sudah lebih dulu datang di Jakarta.
Kapal-kapal perang mereka lalu berlayar ke timur menuju Surabaya. Semua lelaki yang mampu berperang diminta datang mempertebal pertahanan. Pemuda dan pemudi dari luar kota harus merapat ke Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: