Mutilasi Bekasi Cocok dengan Teori Fadil

Mutilasi Bekasi Cocok  dengan Teori Fadil

Saat itulah pembunuhan terjadi. Leher RS digorok sampai putus. Kepala terpisah dari tubuh. Belum diumumkan polisi, siapa yang menggorok. Namun, MAP dan FM bersama-sama membunuh RS.

Setelah kepala putus, barulah jasad itu dipecah-pecah. Jadi tiga bungkusan. Dibuang di tiga lokasi tersebut.

Mutilasi adalah pembunuhan mengerikan. Sangat menyedihkan keluarga korban. Sangat jarang buku kriminologi tentang mutilasi. Di antara yang jarang itu, ada karya Dr Muhammad Fadil Imran (kini Kapolda Metro Jaya).

Tesis Fadil, meraih gelar doktor kriminologi, berjudul Studi Kejahatan Mutilasi di Jakarta (Perspektif Pilihan Rasional dari Lima Pelaku). Di Universitas Indonesia, 2014.

Ketika tesis itu diuji di Auditorium Yuwono Sudarsono, FISIP Universitas Indonesia, Depok, Rabu (2/7/2014), Fadil di depan tim penguji menyatakan: Tidak semua pembunuh memutilasi korban demi menghilangkan jejak. Tidak selalu.

Fadil di sidang doktoral: "Ternyata ada juga yang melakukan mutilasi karena terpaksa. Pelaku bingung setelah membunuh, mau diapakan mayatnya?"

Sidang dipimpin guru besar FISIP Universitas Indonesia Prof Dr Bambang Shergi Laksmono. Guru besar penguji: Dr Zakarias Poerba, Dr Djaja Surya Admadja, Prof  Dr Muhammad Mustofa, dan Ketua Program Pascasarjana Kriminologi FISIP UI Dr Iqrak Sulhin. Pembimbing tesis Fadil adalah Prof Dr Adrianus Meliala.

Tesis Fadil berdasar riset terhadap lima pembunuh-pemutilasi di Jakarta. Antara lain, Very Idham Henyansyah (Ryan) yang dikenal sebagai jagal Jombang (karena berasal dari Jombang, Jatim). Juga, Baekuni alias Babe, pemerkosa anak-anak, yang semua korbannya dimutilasi.

Fadil di sidang menyatakan, pembunuh sekaligus pemutilasi terus terulang. Artinya, makin banyak pembunuh memutilasi korban. Penyebabnya, ada faktor pencetus dan pendukung.

Pencetus adalah problem yang terjadi antara korban dan pelaku. Sedangkan pendukung, antara lain, banyak pembunuh memutilasi korban. Atau terjadi peniruan. Padahal, itu kejahatan sadis.

Fadil: "Saya dengan tegas menyatakan, pelaku mutilasi harus dihukum seumur hidup. Kalau dihukum, seperti 5 atau 10 tahun, yakin sekali, pelaku lain atau calon pelaku tidak akan jera."

Di kasus mutilasi RS, teori Fadil itu masuk. Para pelaku memutilasi RS bukan demi menghilangkan jejak. Sebab, sidik jari RS langsung terlacak polisi. Hanya di beberapa menit sejak potongan tangan ditemukan.

Bagi polisi, mengetahui identitas korban adalah langkah pertama pengungkap kejahatan.

Terbukti, belum 24 jam sejak potongan kaki-tangan ditemukan, seorang pelaku sudah ditangkap. Berikutnya, pelaku satu lagi dibekuk. Dan, semua potongan tubuh langsung ditemukan.

Dari kronologi itu, para tersangka bisa dikenai Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman mati. Atau hukuman penjara seumur hidup seperti kata Fadil. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: