Polisi Pengeroyok Jurnalis Nurhadi Dituntut 18 Bulan

Polisi Pengeroyok Jurnalis Nurhadi Dituntut 18 Bulan

SIDANG dua anggota polisi aktif yang menganiaya jurnalis sudah sampai agenda tuntutan. Bripka Purwanto dan Brigpol Muhammad Firman Subakhi dituntut masing-masing 18 bulan penjara. Juga, ada recovery (pemulihan) yang harus diberikan para terdakwa kepada korban.

Untuk Nurhadi, sebesar Rp 13,8 juta. Sementara itu, buat M. Fachmi, sebesar Rp 42,6 juta. Kalau uang tersebut tidak dibayarkan, hukuman mereka akan ditambah enam bulan lagi. Recovery itu diberikan untuk menganti semua barang liputan kedua korban yang dirusak para terdakwa.

”Menuntut dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan. Dengan perintah terdakwa Purwanto dan Muhammad Firman Subakhi segera ditahan,” kata jaksa penuntut umum (JPU) Winarko saat membacakan tuntutannya di Ruang Cakra, PN Surabaya, Rabu (1/12).

Winarko menilai kedua terdakwa telah melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Yaitu, sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan terhadap pers nasional.

Ada juga pertimbangan yang memberatkan. Terdakwa sudah merugikan kedua korban. Bahkan, para terdakwajuga tidak mau mengakui perbuatannya.

Penuntut umum mengesampingkan tiga dakwaan alternatif. Yakni, Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan juncto Pasal 55 ayat (1) dan Keempat, Pasal 335 ayat (1) tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan juncto pasal 55 ayat (1) KUHP.

Namun, jaksa menampik bila dianggap mengesampingkan tiga dakwaan alternatif itu. Menurut Winarko, dalam lex specialis UU Pers, pemukulan masuk kategori menghalang-halangi kerja jurnalis. ”Misalnya, dengan cara menganiaya, menghapus data, memberedel dan merusak (alat liputan). Kalau terdakwa ini orang umum, tak akan terkena UU Pers,” ujar Winarko.

Terkait beberapa orang yang disebut para terdakwa saat pemeriksaan terdakwa, Winarko menyerahkan semua itu ke penyidik Polda Jatim. ”Bergantung mereka. Mau membuka kembali kasus ini atau tidak. Kami tidak bisa menekan,” katanya seusai persidangan.

Memang dalam pemeriksaan, dua terdakwa mengungkapkan bahwa saat kejadian, si penganiaya tidak hanya mereka berdua. Ada banyak orang yang terlebih dahulu memukul Nurhadi. Pun yang mengambil handphone Nurhadi.

Sementara itu, penasihat hukum kedua terdakwa, Joko Cahyono, seusai persidangan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pembelaan di persidangan selanjutnya. Namun, tidak mau mempersoalkan terkait para pelaku lain yang ikut dalam penganiayaan tersebut.

Walau, terungkapnya pelaku lain dapat meringankan hukuman kliennya. ”Itu bukan kewajiban kami. Kami hanya fokus ke klien kami. Untuk mendesak agar dilakukan pengungkapan pelaku lainnya, itu biar jaksa yang mendesak hakim atau penyidik,” terangnya.

Ketua Aliansi Jurnails Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim ikut memantau jalannya persidangan. Setelah sidang, ia mengaku kecewa dengan tuntutan itu. Namun, ia tetap menghargai tuntutan yang sudah diajukan JPU.

”Awalnya kami berharap jaksa memberikan tuntutan maksimal. Yaitu, penjara 2 tahun dan denda Rp 500 juta. Tapi, sebenarnya ada tiga dakwaan yang lain yang dalam KUHP ancamannya lebih tinggi. Ada yang 4 tahun dan 5 tahun," katanya.

Mereka juga telah menyurati Kapolri untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus tersebut. Juga, beberapa instansi terkait. Termasuk ke Menko Polhukam Mahfud MD dan Komisi Yudisial (KY). Sayang, sampai saat ini belum ada respons dari pimpinan tertinggi Polri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: