Bangunannya Seram, Penghuninya Ramah

Bangunannya Seram, Penghuninya Ramah

Penasaran dengan kisah Gedung Setan di Jalan Banyu Urip Wetan Surabaya, finalis Koko Cici Jawa TImur 2021 Marcelinus Michel Dendy Lesmono menelusurinya.

Boleh jadi Gedung Setan merupakan bangunan yang mudah dikenali. Jika dilihat dari kasat mata, bangunan tua itu terlihat besar dan angker. Terlebih jika saat malam hari, terlihat gelap seperti tak berpenghuni.

Di sana, Marcelinus sekaligus membuat sebuah video untuk merekam suasana gedung yang berusia ratusan tahun itu. Tempatnya terbilang cukup menarik perhatian. Apalagi pengendara dapat langsung melihatnya ketika melewati jalan layang Kedung Doro ke Jalan Diponegoro.

Saat malam tiba, suasana tampak semakin mencekam. Dengan kondisi tembok dan atap yang sudah mulai usang ditambah minimnya penerangan di sekitar.

Dari luar tampak seperti bangunan tua tak berpenghuni. Rasanya seperti tidak mungkin ada yang berani tinggal dalam bangunan dengan kondisi cukup memprihatinkan itu.

Setelah mengunjungi Gedung Setan, Marcelinus Michel Dendy Lesmono mengajak banyak orang Surabaya mendukung bangunan itu sebagai destinasi wisata di Surabaya. (Marcelinus untuk Harian Disway)

Tapi, Marcel, sapaan akrabnya, mendapati bahwa gedung tersebut dihuni puluhan keluarga. Mereka kebanyakan berasal dari etnis Tionghoa.

Gedung Setan dulu adalah bekas Kantor Gubernur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Jawa Timur. Waktu itu dipimpin oleh J.A Riddle Von Middlekof. Mereka memiliki kantor yang kini jadi Gedung Setan sejak tahun 1809.

”Setelah VOC bangkrut dan tidak lagi tinggal di Indonesia, bangunan lawas dua lantai ini menjadi milik Dokter Teng Sioe Hie,” kata Marcel.

Sang dokter hendak memakainya sebagai lokasi transit jenazah keluarga Tionghoa sebelum menuju pemakaman atau diperabukan. Lokasi gedung ini ideal untuk bisnis macam itu, karena di sekitarnya masih tanah lapang dan dekat bong, alias makam khas tradisi Cina.

Dua tahun sesudah kemerdekaan Indonesia, rencana tersebut terpaksa diubah total. Terjadi pembantaian besar-besaran di Madiun. Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Musso mendeklarasikan ingin mendirikan negara baru dengan pemahaman berbeda.

Mereka membangkang terhadap republik. Warga Tionghoa Madiun, yang menghindari konflik bersenjata. Kabur ke mana pun asal selamat.

Para pengungsi itu lalu disembunyikan di Gedung Setan. Mereka tinggal di sana selama beberapa bulan hingga kondisi lebih aman. Begitu konflik mereda, sebagian ada yang kembali pulang ke kota asal. ”Sebagian lagi memutuskan untuk tinggal di dalam bangunan dan menyambung hidup di sini (Surabaya),” imbuhnya.

Kesuraman Gedung Setan saat ini sekaligus melambangkan rasa trauma dari para penghuni. Terlebih ketika ada perlakuan diskriminatif dilayangkan kepada etnis Tionghoa selama masa orde baru. Penghuninya banyak yang melakukan semua aktivitas sehari-harinya di dalam bangunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: