Bisakah Pemerkosa Santriwati Jadi Kasim?

Bisakah Pemerkosa Santriwati Jadi Kasim?

Juga, bagaimana pelaksanaan teknis kebiri kimia? Pelaksananya pastilah dokter atau tenaga medis. Namun, belum ditunjuk di dalam UU 17/2016.

Jadi, UU-nya ada. Petunjuk pelaksanaan teknisnya belum ada. Detailnya juga tidak ada.

Apakah kebiri permanen atau berjangka waktu? Kalau berjangka, berapa lama? Kebiri kimia itu menggunakan bahan kimia apa? Di mana harus dilaksanakan, oleh siapa?

Beberapa bulan lalu hal tersebut dihebohkan. Sebab, ada kasus pemerkosaan bocah perempuan. Waktu itu diusulkan, kebiri berjangka waktu dua tahun. Sebagai hukuman tambahan.

Diusulkan, penyuntikan kebiri kimia dilaksanakan pada beberapa hari menjelang narapidana bebas hukuman. Sejak itu sampai dua tahun, ia tanpa kemampuan ereksi. Setelah dua tahun, bisa ereksi lagi.

Namun, itu sekadar usul. Tanpa tindak lanjut. Menghilang begitu saja.

Yang mengemuka justru pro-kontra hukuman kebiri kimia. Dinilai melanggar HAM. Melanggar hak seksual warga negara meskipun hanya berjangka waktu dua tahun.

Pro-kotra itu  muncul karena kebiri kimia memang debatable. Seperti hewan, dikebiri.

Victor T. Cheney, dalam bukunya, A Brief History of Castration (second edition, 2006) menyebutkan, kebiri manusia sudah dilakukan sejak ribuan tahun silam.

Disebutkan, kebiri (disebut juga kastrasi) adalah perlakuan paling kuno, mujarab, cepat, dan murah untuk mencegah kejahatan, penyakit, kekerasan, dan kelahiran yang tak diinginkan.

Bermacam alasan dilakukannya praktik kebiri. Mulai alasan religius, hukuman kejahatan, hingga kepentingan vokal dalam bermusik mempertahankan nada tinggi anak-anak meski sudah beranjak dewasa.

Pengebirian manusia di Tiongkok dilaksanakan pada Dinasti Hsia (2205–1766 SM). Sampai sekarang. Terhadap pria pemerkosa anak-anak.

Di Mesir kuno, Merneptah dari Mesir membuat monumen di Karnak sekitar 1225 SM, dengan mencantumkan daftar 13.000 penis yang dipotong lewat pertempuran dengan suku Libya dan orang-orang Mediterania.

Emaskulasi (pemotongan organ kelamin) dari musuh yang kalah perang dipandang sebagai penyempurnaan kemenangan.

Pada masa Yunani dan Persia kuno, praktik kastrasi sudah ditulis sejarawan Herodotus (484–425 SM) dari Yunani. Herodotus mengisahkan Panionius yang mengebiri budak (disebut orang kasim), kemudian menjual budaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: