Inner Beauty Seorang Mevrouw Darmo-Ce

Inner Beauty Seorang Mevrouw Darmo-Ce

TENTU Oma ini sudah tidak muda lagi. Tanggal 15 Januari 2022 ini usianya 101 tahun. Oma Darmo-ce, saya panggil begitu karena –ce (baca: cie) dalam Bahasa Belanda adalah istilah untuk seseorang atau sesuatu yang imut dan lucu untuk disayang. Bangunan-bangunan lama punya banyak keunikan-keunikan tersendiri. Seperti juga Rumah Sakit Darmo, yang saya juluki Mevrouw (Nyonya) Darmo-ce ini. Selain imut, yang hebat adalah inner beauty-nya.

Dibangun pada 1921 di zaman kolonial Belanda dulu, Rumah Sakit Darmo ini masuk dalam daftar Bangunan Cagar Budaya Surabaya. Di lobi RS Darmo ada prasasti bertulisan : Eerste steen gelegd 15 Januari 1921 Door Mejuffr G. Hempenius Directrice SZV. Artinya Bangunan ini diresmikan pembangunannya pada tanggal 15 Januari 1921 oleh G. Mejuffr Hempenius Direktris SZV (Surabajasche Zieken Verpleging). SZV adalah sebuah lembaga sosial kesehatan masyarakat yang didirikan oleh seorang dokter Belanda, H.J. Offerhaus. Rumah sakit ini punya catatan sejarah antara lain digunakan oleh Jepang untuk interniran Jepang. Juga kemudian digunakan sebagai pertahanan sekutu.

Wajah depannya sederhana. Bahkan sering menjebak orang pada anggapan bahwa bangunan ini biasa-biasa saja. Padahal di dalamnya banyak hal-hal yang luar biasa.

Bangunan ini tentu istimewa karena dirancang oleh arsitek C. Citroen, arsitek yang juga mendesain Balai Kota Surabaya. 

Citroen merancang bangunan Lawang Sewu, Semarang, terlebih dulu. Sehingga banyak elemen-elemen desain yang sama di pakai di bangunan ini. Struktur dinding pemikul dengan 3 pembukaan berbentuk lengkung di wajah depan bangunan RS Darmo, adalah salah satu cirinya.

Pada bangunan main entrance, di ujung sudut pertemuan atap rumah sakit diberi akses berupa menara kecil, mengingatkan pada bentuk menara gereja Calvinist yang banyak terdapat di Belanda pada saat itu.

Kemewahan yang dihadirkan Citroen pada RS Darmo adalah adaptasi iklim tropis yang cerdas. Atap genteng miring melajukan air hujan untuk segera sampai ke alam. Lalu tritisan yang tidak hanya mempercantik wajah bangunan. Pernaungan yang dihadirkan adalah jawaban pada terik matahari tropis yang harus diadaptasi. Tentu curah hujan tinggi harus disikapi dengan lebar tritisan yang cukup. Merespons tampias air hujan dan angin yang menerpa dan bisa merusak bangunan.

Arsitek-arsitek Belanda era ini cerdas membaca alam, menyikapi, dan memberi solusi, seperti juga dilakukan oleh arsitek seperti C.Citroen ini. Kondisi iklim yang berbeda dengan tanah kelahirannya merupakan tantangan untuk dipecahkan. Koridor keliling di seluruh bangunan Rumah Sakit Darmo bukan sekadar teras tempat duduk dan akses pejalan kaki. Selasar ini merupakan ruang pelapis agar panas matahari tropis tidak langsung menyasar ke dinding bangunan utama.

Kemewahan berikut adalah kelangkaan yang sulit ditemukan di rumah sakit-rumah sakit modern di Surabaya zaman sekarang. Duduklah di teras atau selasar ini, nikmati taman tropis dengan kehijauan rerumputan, rimbunnya perdu, dan semak, sosok-sosok vertikal batang pinang seolah pencakar langit modern yang ada di Surabaya. Surga kota ini dihiasi cerita Sampek Eng Tay, lewat kupu-kupu yang bercumbu di bunga-bunga. 

Mengapa arsitek harus berwawasan ke depan, bahkan seratus tahun kemudian? Citroen memainkan peran itu. Komposisi bangunan utama yang dirancang Citroen seolah membentengi penghuni dari rasa privasi utamanya dari jalan di depan Rumah Sakit yang saat itu dipastikan jauh lebih sepi dari sekarang. 

Formasi dan komposisi bentukan massa kotak dengan lubang di tengah yang difungsikan sebagai taman itu pun bagian dari rekaan arsitek saat dia merancang. Taman itu akan menjadi oase, baik dari keramaian kota (polusi suara) maupun polusi udara. Pembuktiannya nyata digelar Rumah Sakit Darmo di hari-hari ini.

Taman elok ini membuat suasana RS Darmo tetap nyaman.
(Foto: Freddy H. Istanto untuk Harian Disway)

Lahir di saat pemerintah Belanda sedang maju-majunya secara politik dan ekonomi di Indonesia (awal-awal abad ke 20), panggilan Mevrouw (Nyonya) Darmoce memang pas. Mereka-mereka yang telah berumur seperti itu biasanya kecantikannya mulai memudar. Banyak bangunan-bangunan ini mulai rusak baik karena dimakan usia, maupun tidak dipelihara. Akhirnya menampilkan wajah sendu, suram bahkan menakutkan. Kumuh dan terbengkalai itu kemudian yang sering memancing awak media televisi untuk menayangkan cerita-cerita horor, program-program semacam uji nyali itu.

Program-program yang mungkin akan menaikkan rating televisi tersebut, tetapi sebaliknya akan membuat bangunan-bangunan lama (juga bangunan cagar budaya) ditakuti orang. Dalam satu webinar, seorang pakar wisata asing menawarkan untuk membuat peta wisata hantu di Surabaya, saya menolak.

Kalau mevrouw itu berbau masa lalu dan kolonial, akhirnya saya lebih suka menyebut RS Darmo sebagai Madam Darmoce. Sebutan bernada Bahasa Prancis itu, memang sebuah apresiasi untuk Darmoce yang makin cantik saja. Lobinya berbalut interior modern tapi tetap match dengan atmosfer masa lalunya. 

Ketika senja hari, desain lampu yang cantik berbinar menerangi galeri yang dominan berwarna putih, bersih, terawat, dan glowing. Jauh dari kesan bangunan lama yang biasanya redup, kumuh dan menyeramkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: