The Most Serious Crime, Herry Wirawan

The Most Serious Crime,  Herry Wirawan

Drama Herry Wirawan usai. Ia divonis penjara seumur hidup. Korban pemerkosaan (13 santriwati) diterapi, biaya negara. Anak-anak (sembilan bayi) hasil pemerkosaan dirawat Pemprov Jawa Barat. Sampai ibu mereka (juga anak usia 13–14) siap.

"INILAH the most serious crime," ujar Hakim Ketua Yohanes Purnomo Suryo dalam sidang vonis Herry di Pengadilan Negeri Bandung Selasa (15/2).

Berdasar KUHP Pasal 12 ayat 1, pidana penjara seumur hidup adalah: terpidana dipenjara hingga mati.

Itu perlu dijelaskan. Sebab, ada anggapan masyarakat, penjara seumur hidup ditafsirkan: Sepanjang usia terpidana kini. Misalnya, usia Herry sekarang 37 tahun. Anggapan itu salah.

Tuntutan jaksa terhadap Herry, kebiri kimia (dan hukuman mati) tidak tercapai.

Sebab, berdasar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kebiri kimia terhadap terpidana pemerkosa dieksekusi setelah terpidana selesai menjalani hukuman penjara.

Sedangkan, pemenjaraan Herry tidak pernah selesai, sampai ia mati.

Namun, jaksa penuntut umum yang juga kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N. Mulyana menyatakan, pihaknya menghormati vonis hakim. Tidak keberatan.

Sebaliknya, terpidana Herry melalui kuasa hukumnya, Ira Mambo, belum berkomentar. Ira menyerahkan total pada keputusan Herry. Yang kelihatannya masih pikir-pikir.

Majelis hakim menganggap, hukuman itu adil bagi semua pihak: Korban, pelaku, dan masyarakat calon pelaku. Atau efek jera.

Korban (13 santriwati, mantan murid Herry) kini dibantu Komnas Perempuan untuk pemulihan psikologis. Sementara itu, sembilan bayi yang lahir dari delapan korban dititipkan sementara ke Pemprov Jabar.

Yohanes Purnomo Suryo: "Dengan dilakukan evaluasi berkala apabila korban sudah siap mental mengasuh kembali anak-anakanya dan situasi memungkinkan, anak dikembalikan ke korban. Bagaimanapun, ada ikatan ibu dan anak."

Di sisi lain, korban pemerkosaan jelas menderita. Berlarut-larut. Bagaimana dengan anak yang lahir dari hasil pemerkosaan?

Profesor R. Charli Carpenter dari University of Massachusetts, Amerika Serikat (AS), dalam bukunya, Born of War: Protecting Children of Sexual Violence Survivors in Conflict Zones (Bloomfield, USA, 2007) menyatakan:

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: