Beda Tafsir ODOL, DPRD Turun Tangan

Beda Tafsir ODOL, DPRD Turun Tangan

AKSI sopir truk pada Selasa (22/2) diharapkan bisa membuahkan hasil. Para sopir truk itu tidak mau lagi menjadi korban dari aturan pemerintah. Aturan itu terkait dengan overdimention overload (ODOL). Apalagi, aturan yang tidak sinkron antara pemerintah dan polisi sebagai eksekutor ketika aturan tersebut dilanggar.

Terlebih, aturan itu dimanfaatkan aparat kepolisian untuk memeras sopir mobil pengangkut barang. Memang, di akhir aksi kemarin, Dirlantas Polda Jatim Kombespol Latif Usman kembali membuka ruang mediasi dengan massa aksi.

Tapi, pertemuan itu dinilai bukan sebagai penyinkronan pemahaman tentang penerapan UU 22/2009. Sebab, sejak aturan itu diberlakukan, sudah banyak aksi yang dilakukan. Sejak 2015, rangkaian protes telah diberikan para sopir.

Hanya a, protes tersebut sampai sekarang tidak membuahkan hasil. Para sopir truk selalu menjadi korban regulasi pemerintah yang tidak jelas. Termasuk pertemuan dengan Dirlantas kemarin. Tidak ada jalan keluar. Polisi hanya berjanji untuk tidak melakukan penilangan.

Asalkan, truk mereka tidak melanggar aturan. Namun, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur akan berusaha menjadi penengah. Mereka berniat untuk mempertemukan polisi, dishub, pengusaha pengguna jasa truk, dan sopir truk itu sendiri.

”Kami pasti menampung semua aspirasi mereka (sopir). Walau mereka belum bertemu langsung ke kami. Nanti saya diskusikan dengan pimpinan agar mereka semua dipertemukan. Kami yang memfasilitasi pertemuan itu,” kata anggota Komisi D DPRD Jatim Heri Romadhon Rabu (23/2).

Sebenarnya, dishub bisa melakukan penilangan. Tapi, tetap harus ada kesepahaman antara polisi dan dishub. ”Kalau sekarang kan memang ambigu semua. Dishub bilang boleh, tapi polisi melarang. Kan kasihan yang jadi korban malah driver,” tegasnya.

Di sisi lain, pemerintah sharusnya melakukan introspeksi diri. Misalnya, regulasi yang terkait dengan ODOL. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, pemerintah tidak melakukan pengawasan dengan sungguh-sungguh.

Ia memberikan contoh jembatan timbang. Di Jawa Timur saja, masih banyak jembatan timbang yang tidak difungsikan dengan baik. ”Dari 19, yang aktif hanya 6 atau 11 jembatan timbang. Saya lupa itu jumlah pastinya. Salah satunya di tempat saya. Di Kabupaten Blitar,” ucapnya.

Selanjutnya, yakni uji kir. Setiap enam bulan, kendaraan pasti akan melakukan uji kir itu. Untuk memastikan, kendaraan tersebut bisa digunakan atau tidak. Tapi, saat itu banyak kendaraan yang tidak layak jalan tetap lolos.

”Seandainya pengawasan mereka sudah benar, tentu para driver akan taat. Karena mereka akan memperhatikan kondisi kendaraan mereka. Karena pengawasannya kurang, ya akhirnya seperti sekarang. Jadi selalu salah kaprah,” bebernya. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: