Penyebab Krisis Ayam Malaysia: Pekerja Luar Negeri Belum Kembali, Indonesia Pegang Peranan Vital

Penyebab Krisis Ayam Malaysia: Pekerja Luar Negeri Belum Kembali, Indonesia Pegang Peranan Vital

Ayam-ayam di peternakan Temerloh di negara bagian Pahang Malaysia pada 31 Mei 2022. Malaysia akan menghentikan ekspor 3,6 juta ayam sebulan mulai 1 Juni hingga harga ayam stabil. -Mohd RASFAN / AFP-

KUALA LUMPUR, HARIAN DISWAY - Kok bisa Malaysia krisis ayam sampai menghentikan ekspor? Jawabannya bisa sangat kompleks. Namun ada satu hal yang patut digarisbawahi: Malaysia tergantung pekerja dari luar negeri.

Ceruk pekerja bangunan, perkebunan, dan peternakan memang banyak diisi oleh tenaga kasar luar negeri. Yang upahnya di bawah standar upah rakyat Malaysia itu.

Penasihat Federasi Asosiasi Peternak Malaysia (FLFAM) Datuk Jeffrey Ng mengatakan, peternak mengalami kendala yang sama. Pertama cuaca panas dan kemarau panjang yang membuat ayam kurang makan dan lebih banyak minum air.

“Alasan lainnya adalah kurangnya tenaga kerja asing. Kalau mau melamar tenaga kerja asing sekarang, harus memiliki sertifikat akomodasi,” kata Jeffrey seperti dikutip dari NST. Gara-gara aturan itu banyak tenaga kerja asing yang tidak lolos.

BACA JUGAHarga Ayam Tembus Rp 56 Ribu Per Kilogram, Malaysia Stop Ekspor hingga Akhir Juni

Krisis pekerja asing tak hanya terjadi di sektor peternakan. Perkebunan sawit hingga restoran kekurangan pekerja.

Persoalan itu tak terlepas dari dampak pandemi. Pihak imigrasi membatasi jumlah pekerja yang masuk. Saat kebijakan itu dicabut, para pekerja yang sudah terlanjur pulang kampung belum kembali ke Malaysia.

Produksi ayam pun turun drastis. Banyak peternakan yang tutup. Pemerintah Malaysia menghentikan ekspor ayam agar harganya normal kembali sejak 1 Juni lalu. Saat itu harga ayam mencapai RM 17 atau setara Rp 56 ribu per kilogram. Strategi larangan ekspor ini juga pernah diambil Presiden Joko Widodo saat harga minyak goreng tak terkendali.

Krisis pekerja di Malaysia itu itu juga membuat pengusaha kelapa sawit menolak pesanan dari luar negeri. Padahal Malaysia adalah salah satu produsen terbesar sawit dunia.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi tumpuan Malaysia banyak yang tak kembali. Mereka menghadapi dua hal: aturan administrasi yang makin ketat di Malaysia dan mahalnya harga pesawat gara-gara kenaikan avtur.

Tiket pesawat termurah ke Malaysia yang biasanya cuma Rp 500 ribu kini sudah tembus Rp 3,8 juta. 

Menurut data Bank Indonesia (BI) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah PMI Indonesia per-2021 mencapai 1,62 juta jiwa. Sebanyak 50,03 persennya ke Malaysia. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: