Penghuni Rusun Harus MBR, Bagaimana Nasib Outsourcing Pemkot Surabaya?
Byta berkeliling flat milik pemkot Surabaya yang dibangun untuk penataan hunian Kota Surabaya..-humas pemkot surabaya-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Persoalan flat atau rusun Surabaya memang pelik. Antreannya tembus 11 ribu keluarga. Karena itulah Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta lurah dan camat mengecek kondisi penghuni rusun saat ini. Jika mampu, mereka diminta mencari tempat tinggal baru.
Eri menegaskan bahwa semua penghuni flat haruslah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sebelumnya, pemkot telah meminta PNS yang masih menempati flat untuk mengosongkan unitnya.
Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony meminta pemkot berhati-hati dalam mengeluarkan penghuni flat. Menurutnya perlu proses panjang untuk memindahkan warga ke tempat baru. “Misalnya outsourcing. Mereka memang bukan MBR. Tapi begitu keluar dari rusun, ekonominya balik MBR lagi,” tegas Thony, Selasa, 19 Juli 2022.
Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thony.--
Outsourcing pemkot Surabaya memang telah digaji sesuai UMK. Karena itulah mereka tidak bisa dikategorikan sebagai MBR. Masalahnya, banyak dari mereka yang masih belum mampu mencari tempat tinggal baru.
Karena itu, Thony meminta pemkot menyiapkan rumah susun milik sendiri (rusunami) bagi penghuni yang dianggap bukan MBR lagi. Ada proses berjenjang agar penghuni flat bisa naik kelas.
Di sisi lain, mayoritas penghuni sudah beralamat di flat tersebut. Jika diminta pindah, urusan administrasi kependudukan jadi beban bagi mereka. Karena itulah Thony meminta pemkot tidak memakai kebijakan “kacamata kuda”. Faktor-faktor teknis harus diperhatikan. “Prinsipnya semua itu warga Surabaya. Semua wajib diayomi,” tegas politisi Gerindra itu.
Meski begitu, Thony mengapresiasi keberanian pemkot untuk menindak lanjuti temuannya: PNS yang menghuni flat. “Kalau PNS tidak bisa ditawar. Kalau tenaga outsourcing atau tenaga kontrak tunggu dulu,” pintanya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memang menegaskan flat diprioritaskan khusus untuk warga atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Namun, pemkot tidak akan serampangan dalam penegakan aturan itu.
"Rusunawa adalah khusus untuk MBR. Ada yang sudah lulus dan tidak masuk MBR, tapi masih ada yang untup-untup (muncul sedikit). Umpanya batas MBR itu 100 tapi dia 101, maka dia boleh tinggal di rusun itu," kata Wali Kota Eri Cahyadi, Selasa (19/7/2022).
"Kalau batasnya 100 tapi dia 150, maka dia harus keluar. Tapi kalau batasnya 100, dia 111 atau 102 maka dia masih boleh tinggal sebagai MBR di rusun dengan waktu satu tahun lagi," terang lanjutnya.
Nantinya, apabila warga tersebut telah lulus sebagai MBR, maka unitnya bakal digantikan oleh MBR yang lain. "Kalau di dalam rusun tidak ada yang mentas (keluar), yang salah adalah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Harusnya mereka lulus dan sudah tidak menjadi MBR lagi," tegas Eri. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: