Penggelapan Dana Masjid Al-Ishlah, Polisi Siapkan Tim Audit

Penggelapan Dana Masjid Al-Ishlah, Polisi Siapkan Tim Audit

ilustrasi: Reza--

SURABAYA, HARIAN DISWAY- terlapor Wachid Ansori kembali dipanggil penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya. Panggilan itu dilayangkan untuk menjelaskan terkait pengadaan kalender. Diduga, pembelian kalender itu salah satu cara terlapor menggelapkan dana pembangunan Masjid Al-Ishlah, Kenjeran.

Bukan hanya mantan ketua pembangunan masjid Al-Ishlah yang dipanggil penyidik. Mantan sekretaris terlapor, Widjanarko, juga dipanggil penyidik. Mereka berdua menghadiri panggilan tersebut pada Rabu, 27 Juli 2022. Namun, mereka hadir dalam waktu yang berbeda.

Yang pertama datang ke Polrestabes Surabaya adalah Widjarnako. Sekitar pukul 10.00. Lalu, Wachid pukul 13.00. Mantan ketua takmir Masjid Al-Ishlah itu dilaporkan ke polisi karena diduga menggelapkan dana pembangunan masjid yang dikumpulkan dari sumbangan masyarakat.

”Kemarin keduanya sudah memenuhi panggilan penyidik. Pak Pondi saksi yang mendampingi dua orang tadi saat menghadap penyidik,” kata saksi pelapor Ustaz Syuaib Setia kala dihubungi Harian Disway, Minggu, 31 Juli 2022.

Dugaan penggelapan dana dari pengadaan kalender itu terungkap dari penjelasan Slamet. Sebab, Slamet-lah yang membuat kalender tersebut. Ia pun sudah dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan terkait pembelian kalender itu.

Pada 2019, misalnya. Terlapor membeli kalender untuk 2020. Ketika itu, ia membeli dengan harga Rp 20 juta. Dengan uang muka Rp 15 juta. Desember 2019, Wachid melunasi pembelian kalender tersebut. ”Ketika itu tidak ada kuitansi,” ungkapnya.

Setelah dugaan penggelapan dana itu mulai mencuat, barulah terlapor minta kuitansi kepada Slamet. Tapi, harganya dinaikkan menjadi Rp 28 juta. Pemilik usaha mengikuti permintaan tersebut. Sebab, Slamet tidak mengetahui niat jahat terlapor.

”Slamet baru mengetahui ketika dirinya dipanggil penyidik untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Ketika mengetahui hal tersebut, Slamet menyesal. Sebab, ia menandatangani kuitansi itu. Itulah kelemahannya sekarang,” terang Syuaib.

Juga, pembelian brankas. Itu sebenarnya uang pribadi bendahara Wachid kala itu. Yakni, Muhibbudin. Seharga Rp 7 juta. Tapi, itu juga diklaim terlapor bahwa brankas tersebut dibeli dengan menggunakan dana sumbangan dari masyarakat.

”Katanya, itu dari uang Rp 4 juta yang diambil setiap malam. Padahal, pembeliannya bukan dari uang tersebut. Walau memang Wachid yang membelinya. Karena itu, kata penyidik, katanya akan memanggil terlapor lagi. Karena kemarin hanya fokus pada pembelian kalender,” tegasnya.

Sayangnya, penyidik menolak terkait audit yang dilakukan masyarakat sekitar masjid. Padahal, audit itu dilakukan tim eksternal. Mereka pun tidak berpihak ke siapa pun. ”Penyidik bilang itu tidak sah. Harusnya, audit dari polisi,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Unit (Kanit) Harda Satreskrim Polrestabes Surabaya Iptu Komar Sasmito bungkam saat dikonfirmasi terkait pemanggilan tersebut. Ia hanya minta waktu untuk memeriksa data pemanggilan terlapor. ”Mohon waktu, saya ceknya dulu,” ujar Komar dalam pesan singkat WhatsApp. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: