Ritus Suro Para Penghayat Kepercayaan (1); Sejam Hingga Kening Menyentuh Kain

Ritus Suro Para Penghayat Kepercayaan (1); Sejam Hingga Kening Menyentuh Kain

ara penghayat Sapta Darma duduk melingkar dan menghadap sajian tumpeng yang disediakan untuk memperingati Suro. --

Usai sujud, mereka berkumpul melingkar. Di tengah-tengah adalah sajian tumpeng, ayam panggang, dan berbagai buah-buahan. Tak lupa bubur Suro, bubur khusus ritus Suro yang berisi potongan telur dadar, daging ayam, dan kacang. Bubur yang melambangkan ucapan syukur atas berkah dan rezeki yang didapat sepanjang tahun lalu. 

Sedangkan tumpeng yang ujungnya meruncing ke atas, melambangkan aspek hubungan manusia dengan Tuhan. “Semakin berkonsentrasi dan hening, maka pikiran kita akan semakin mengerucut. Ke arah Allah. Seperti tumpeng ini,” tuturnya. 

Menyambut Tahun Baru Suro, bagi kepercayaan Jawa, Ki Diro berharap agar tahun ini semua mahluk Tuhan diberi kesehatan, keselamatan, keberkahan dan kelancaran dalam usaha. “Suro diro jayaningrat, lebur dening pangastuti,” ujarnya. Bermakna bahwa segala sifat keras hati, picik, angkara murka dan sebagainya dapat lebur. Hilang, atas kesadaran diri akan Tuhan. 

Satu yang unik, di antara para penghayat Sapta Darma, terdapat sosok perempuan bernama Endang Tri, seorang Tionghoa. Dia datang ke peribadatan Mapag Suro bersama beberapa keluarganya. “Di antara keluarga, hanya saya yang jadi penganut Sapta Darma. Keluarga lain mengantarkan saja. Mereka melakukannya sebagai rasa empati terhadap saya,” ungkapnya. 


Endang Tri (tengah berambut berwarna) duduk bersila di Ruang Sanggar Sapta Darma. Ia bersiap hendak menjalankan prosesi sujud.

Tampak anggota keluarganya berada di luar lingkaran. Mengamati tiap prosesi yang dilakukan oleh para penghayat Sapta Darma. Begitu pula dengan tamu-tamu pengantar lain yang berbeda agama. 

Bahkan sebagian bubur Suro yang tersaji untuk acara tersebut dioleh oleh Endang dan keluarganya. “Kami membawa 60 mangkuk bubur. Semua dijadikan satu dengan bubur Suro buatan istri Pak Eko,” terangnya. 

Endang menghayati Sapta Darma, berawal dari masalah yang dialaminya. Saat itu dia dipertemukan dengan Eko via keponakannya. “Pak Eko punya solusi bagi masalah saya. Tanpa memaksakan keyakinannya lho. Tapi justru dari situ saya semakin ingin tahu tentang kepercayaan yang dianut beliau,” ujarnya. 

Sejak pertama kali melakukan ibadah sujud pada bulan lalu, Endang merasakan peningkatan spiritualitas. Dia merasa lebih dekat dengan Tuhan. 

Bagi penghayat Sapta Darma, meski sasi Suro identik dengan Tahun Baru Islam, mereka tetap merayakannya. “Karena Bopo Panuntun Agung mengimbau umat Sapta Darma untuk berdoa ketika Suro. Sebagai upaya nguri-uri atau melestarikan budaya,” ungkap Ki Diro. 

Aliran kepercayaan Sapta Darma memiliki jumlah penghayat yang tersebar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Bahkan mereka percaya, dibandingkan dengan penganut aliran kepercayaan lain, Sapta Darma memiliki jumlah penganut terbesar. “Kami memiliki beberapa cabang di berbagai daerah dan tergabung dalam Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI),” pungkas pria 58 tahun itu. (*) 

Parade busana Jawa dan manggasri Suro Budda Jawi Wisnu, baca selanjutnya... 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: