Napak Tilas Jalur Kuno Gunung Pawitra, Festival Penanggungan 2022: Mengapa Bernama Candi Carik dan Lurah? (3)
Tongkat Mendaki Hadi Sidomulyo diletakkan di Candi Carik, ia berfoto dengan Wartawan Disway Internship Programme (DIO) Yusuf Dwi. -Yusuf Dwi/Harian Disway-
Seusai berhenti di Candi Naga, rombongan jelajah Gunung Pawitra melanjutkan perjalanan ke Candi Lurah dan Candi Carik. Saya mendampingi peneliti senior asal Inggris Hadi Sidomulyo selama perjalanan. Nigel Bullough, nama aslinya, menghabiskan puluhan tahun di pedalaman-pedalaman Jawa guna meneliti peninggalan-peninggalan sejarah.
_
ENTAH sudah berapa kali Hadi Sidomulyo menelusuri Gunung Pawitra. Ia sudah meneliti situs-situs peninggalan Majapahit sejak 1971.
Gaya berpakaiannya saat mendaki, Minggu, 14 Agustus 2022, agak beda dari anak-anak mapala pada umumnya. Ia memakai kemeja abu-abu dan celana jins cokelat muda. Plus sepatu gunung hitam.
Jika peserta menenteng tas ransel atau carrier besar, ia cukup membawa tas cangklong hitam kecil. Topi rimba warna hitamnya selalu dipakai untuk menepis terik mentari yang makin menguras keringat usai azan Duhur berkumandang.
Hadi lahir 1951. Sudah berkepala tujuh dan masih kuat naik turun gunung. Bahasa indonesianya sangat lancar. Namun, logatnya inggrisnya masih belum hilang.
Ia selalu melemparkan senyuman ketika hendak disapa. Hadi juga tak pelit ilmu saat para peserta bertanya tentang situs purbakala kepadanya. Sejak pertama bertemu di Ubaya Training Center (UTC), kami heran mengapa nama bule itu Hadi Sidomulyo.
Hadi memang tak mau menerangkan asal muasal nama itu. Namun, saya masih penasaran. Saya tanyakan lagi dalam perjalanan menuju Candi Carik dan Lurah. ”Sudah lupakan saja. Itu sudah saya ganti sejak tahun 98,” kata Hadi.
PENELITI SENIOR Hadi Sidomulyo memimpin rombongan Mapala di Gunung Penanggungan, Minggu, 14 Agustus 2022.-Yusuf Dwi/Harian Disway-
Saya iseng menjelajah Google, mencari asal muasal nama itu. Tetap saja tidak ketemu. Seorang penulis, Adji Subela, membuat resensi buku Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca karangan Hadi 10 tahun lalu, 18 Januari 2022:
Nama penulis buku ini memang Hadi Sidomulyo, seorang ”Jawa” tapi ia lahir di Inggris dan diberi nama Nigel Bullough oleh orang tua kandungnya yang asli Inggris juga. Ia gandrung pada sejarah Majapahit dan Jawa Timur pada umumnya, dan sejak 1972 sudah banyak menulis buku maupun artikel menyangkut sejarah dan budaya Jawa.
Malahan pada 1985 hingga 1994 ia dipercaya gubernur Jatim waktu itu, Sularso, untuk menyusun buku promosi pariwisata. Ia juga membantu Pemda Yogyakarta untuk promosi wisata budaya. Maka, sobat-sobatnya menyebut Hadi sebagai orang Jawa kelahiran Inggris. Menikah dengan gadis Solo, ia kini tinggal di Bali.
Saya jadi tertarik dengan buku Napak Tilas Mpu Prapanca itu. Di marketplace, harganya cuma Rp 43 ribu.
Tak terasa, wujud Candi Carik sudah terlihat di depan mata. Saya dan rombongan kloter kedua dihadapkan dengan pemandangan menakjubkan: pohon di lereng-lereng gunung yang menyejukkan. Gunung Arjuno dan Welirang terlihat begitu dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: