Ojol Minta Tarif Mulai Rp 15 Ribu

Ojol Minta Tarif Mulai Rp 15 Ribu

Driver ojol dicegat pendemo karena masih melayani konsumen.-Julian Romadhon-Harian Disway-


Aksi driver ojol di depan Gedung Negara Grahadi.-Julian Romadhon-Harian Disway-

Pertama, biaya sewa aplikasi terlalu mahal. Potongan 20 persen itu tidak sebanding dengan kenaikan tarif. “Belum lagi, BBM mau naik sebentar lagi. Hitungannya gak nutut,” ujar David.

Kedua, soal jarak tempuh menjadi 0-5 kilometer. Meski selisih satu kilometer ketimbang sebelumnya, David menilai itu sangat signifikan. Menyangkut pengeluaran untuk BBM dan pendapatan yang akan terpotong.

Ketiga, selisih antara motor dan mobil online terlalu mepet. Di aturan baru itu, untuk jarak yang sama, tarif antara keduanya hanya selisih seribu perak. “Saya driver taksi online. Tapi, kan nasib ojol juga harus diperhatikan. Selisih yang terlalu mepet itu potensi bikin chaos,” terangnya.

Maka, kata David, Frontal Jatim mengusung poin pokok usulan. Yaitu, tarif tetap naik namun potongan 20 persen harus dikurangi. Setidaknya, tarif dipatok Rp 15 ribu untuk setiap jarak 0-4 kilometer. “Yang taksi online juga harus dinaikkan,” jelasnya.

Sebelum aksi kemarin, Frontal Jatim sudah bermediasi dengan Pemprov Jatim. Itu disampaikan langsung oleh Sekda Provinsi Jatim Adhy Karyono. “Kami sudah mediasi dua kali. Selasa kemarin yang terakhir,” katanya saat ditemui usai rapat paripurna di kantor DPRD Jatim.

Pada mediasi pertama, Adhy melihat ada kesulitan yang dialami para driver ojol. Bahwa mereka mengeluhkan kebijakan yang makin mengegerus pendapatan. “Para aplikator yang makin tidak untungkan driver. Itu menyangkut ketentuan jarak, waktu tempuh, indeks dan lain sebagainya,” terangnya.


Pengunjuk rasa memenuhi frontage road Jalan A. Yani, Surabaya, di depan kantor Kemenhub Jatim. -Julian Romadhon-Harian Disway-

Adhy pun kembali melakukan mediasi pada Selasa lalu. Sebab, ia melihat peluang dari permenhub tersebut. Bahwa gubernur bisa ikut mengatur kebijakan kenaikan tarif melalui pergub.

“Gubernur punya kewenangan. Nanti bisa diatur terkait jenis kendaraan, tarif bawah, dan tarif atasnya. Ketika masuk wilayah Jatim, paling tidak mereka bisa bernapas lebih lega,” ungkap Adhy.

Kepala Kanwil IV KPPU Dendy R. Sutrisno juga angkat bicara. Ia akan mengawal kebijakan tersebut. Terutama dengan UU No 5 tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Namun, Dendy menegaskan bahwa harus mengutamakan kesetaraan. Kesejahteraan driver, dan pertumbuhan perusahaan aplikator harus ditimbang secara adil. “Cari cuan ya cari cuan. Tapi, jangan lupa nasib konsumen juga,” katanya.

Peningkatan kesejahteraan driver tidak harus dengan menaikkan tarif. Lebih baik melalui pemberian reward atau bonus. Toh, perusahaan bisa meraup untung dari banyak sumber pendapatan. Misalnya, iklan atau pengelolaan marketplace. (*)

 

Sumber: