Jaminan Kesehatan

Jaminan Kesehatan

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

BERITA anak yang menelan kunci gembok pekan ini menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Sebab, hingga kemarin, Muhammad Zulzalaly itu belum juga dioperasi. Masalahnya klise. Belum punya biaya untuk operasi. Di sisi lain, anak 8 tahun tersebut belum menjadi peserta  BPJS Kesehatan

Zulzalaly pun didaftarkan BPJS awal pekan lalu. Tapi, sedikitnya butuh waktu 14 hari agar kartu BPJS tersebut efektif dan bisa digunakan. Artinya, jika mengandalkan penanganan operasi dengan jaminan pembayaran BPJS, ia harus menunggu dua pekan lagi untuk bisa dioperasi.

Kasus seperti Zulzalaly itu sebenarnya sangat banyak. Meski jaminan kesehatan nasional (JKN) sudah cukup lama diberlakukan, faktanya, masih banyak penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan. 

Di Jawa Timur, misalnya, masih ada sekitar 22 persen penduduk yang belum ter-cover jaminan kesehatan. Data universal health coverage (UHC) menyebutkan bahwa cakupan jaminan kesehatan warga Jatim baru mencapai 77,61 persen. Artinya, ada sekitar 23 persen penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan.

BPJS Kesehatan Jatim memiliki data yang agak berbeda. Penduduk yang telah memiliki jaminan kesehatan mencapai 33,85 juta. Itu berarti sekitar 82,26 persen dari sekitar 41 juta penduduk Jatim. Data itu juga menggambarkan bahwa ada sekitar 18 persen penduduk yang belum menjadi peserta jaminan kesehatan.

Data per kabupaten menunjukkan bahwa Kabupaten Blitar memiliki kepesertaan JKN terendah di Jatim, yaitu 64,8 persen. Menyusul di belakangnya adalah Kabupaten Banyuwangi (65,04 persen), Kabupaten Tulungagung, Jember, dan Kabupaten Ponorogo.

Data itu kurang lebih sama dengan data nasional. BPJS Kesehatan mencatat, peserta JKN sebanyak 229,51 juta orang pada November 2021. Jika dibandingkan dengan populasi Indonesia, 83,89 persen penduduk di dalam negeri telah mengikuti program JKN. Sedangkan sisanya, 16,11 persen penduduk Indonesia, belum terdaftar di program tersebut. 

Dengan peserta sebanyak itu, jumlah peserta aktif BPJS Kesehatan mencapai 190,38 juta orang hingga November 2021. Sementara itu, jumlah peserta nonaktif BPJS sebesar 39,14 juta orang. 

Berdasar segmennya, peserta yang masuk kategori penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 99,15 juta orang. Sebanyak 40,71 juta peserta masuk kategori pekerja penerima upah (PPU). Ada pula 30,92 juta peserta yang merupakan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Di antara jumlah itu, 94.429 orang masuk kategori warga tidak mampu.

Masih tingginya penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan itu harus menjadi perhatian. Sebab, salah satu penyebab banyak penduduk belum jadi peserta JKN adalah adanya kebijakan  pemerintah pusat soal pengalihan wewenang pembayaran iuran kepesertaan BPJS Kesehatan warga miskin. 

Awalnya, mereka menjadi tanggung jawab pemprov. Namun, kini mereka dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota. Masih banyak warga yang sampai saat ini belum ter-cover jaminan kesehatan nasional (JKN). Termasuk sekitar 94 ribu warga miskin. Itu terjadi karena sebagian pemerintah kabupaten/kota lambat mengajukan data warga miskin ke pusat untuk didaftarkan sebagai penerima iuran BPJS.

Banyak daerah juga memberikan best practice. Sebagian pemkab cukup serius menanggapi kebijakan itu. Selain mengajukan daftar penduduk miskin untuk mendapat iuran kepesertaan dari pemerintah pusat, ada yang memutuskan membiayainya lewat APBD.

Setelah berlakunya kebijakan pemerintah pusat soal pengalihan wewenang dari provinsi ke pemerintah kabupaten/kota, pemprov memang sudah tidak menanggung iuran BPJS warga. Yang ditanggung hanya warga miskin. Alokasinya pun hanya Rp 5 miliar lewat APBD.

Pemerintah daerah harus lebih serius mengatasi masih banyaknya warga yang belum mendapat jaminan kesehatan. Sebab, jaminan kesehatan itu akan menjadi kunci kesuksesan pemerintah dalam memegang amanah rakyat. 

Sumber: