Patjarmerah, Festival Literasi dan Pasar Buku Hadir di Surabaya

Patjarmerah, Festival Literasi dan Pasar Buku Hadir di Surabaya

Empat narasumber dalam talkshow "Suroboyo: Sing Luput, Sing Kudu Diramut"-Chyntia Dara Fitriani-

SURABAYA, HARIAN DISWAYPatjarmerah, festival kecil literasi dan pasar buku keliling Nusantara hadir di Surabaya, Sabtu, 29 Oktober 2022. Festival literasi yang menyandarkan diri pada semangat gotong royong tersebut digelar di Xperia Collaborative Space, AJBS, Surabaya.

Sesuai tema Patjarmerah, di ruang Collaborative Space tersebut dipajang berbagai buku, baik buku baru maupun bekas. Windy Ariestanty, penggagas Patjarmera mengatakan bahwa Surabaya dipilih sebagai kota pembuka setelah masa pandemi karena banyak alasan penting.

“Salah satunya adalah fakta bahwa kota yang baru merayakan ultah ke-729 ini memiliki sejarah panjang dalam peta literasi,” ungkapnya. Surabaya, menurut Windy, memiliki perjalanan panjang dalam dunia literasi dan pergerakan pemuda serta kebangsaan.

Kota Pahlawan pun merupakan salah satu kota penting dalam dunia kreatif maupun perkembangan bisnis Indonesia. Maka, Surabaya dipilih menjadi kota pertama yang disinggahi Patjarmerah. “Setelah ini kami akan berkeliling ke berbagai kota di Indonesia,” ungkapnya.

Selain pasar buku, terdapat berbagai talkshow yang diadakan Patjarmerah. Pada 29 Oktober 2022, hari pertama pembukaan event tersebut di AJBS, digelar talkshow bertajuk Suroboyo: Sing Luput, Sing Kudu Diramut. Jika diterjemahkan: Surabaya: Yang Terlewat dan Yang Harus Dirawat.

Sebanyak empat narasumber dihadirkan. Yakni sejarawan Rojil Bayu Aji Nugroho, redaktur Harian Disway, Heti Palestina Yunani, sejarawan Sarkawi B Husain dan pengamat sejarah, Ayos Purwoaji.

Diskusi tersebut banyak membahas tentang segala hal di Surabaya yang terlewat, maupun yang membutuhkan perhatian khusus.

Seperti Sarkawi yang menerangkan perubahan nama-nama jalan dari era kolonial hingga kemerdekaan. Mana yang berubah dan mana yang tidak. Serta penghubung sebuah jalan sebagai cerminan segregasi yang terjadi pada masa itu.

“Jembatan Merah, misalnya. Tak hanya sebagai penghubung dua jalan. Tapi penanda batas demarkasi antara kawasan pemukiman Arab, Tionghoa, Eropa dan pribumi,” ungkapnya. Ia menunjukkan beberapa titik pemukiman etnis di sekitar jalan yang dihubungkan oleh jembatan tersebut.

Narasumber Rojil membahas tentang sejarah sepakbola sebagai sarana perlawanan terhadap pemerintahan kolonial. Termasuk tentang berdirinya kesebelasan Persebaya, yang dibentuk pada masa penjajahan Belanda.

Heti, redaktur Harian Disway menjabarkan tentang situs-situs bersejarah yang terlupakan, yang ada di Surabaya. Misalnya monumen Perang Laut Jawa yang ada di kompleks makam Ereveld, Kembang Kuning. “Seharusnya ada upaya aktif untuk merawat situs-situs tersebut. Serta memetakan potensi-potensi sejarah dan kebudayaan yang ada di Surabaya,” ungkapnya.

Event Patjarmerah berlangsung hingga 6 November 2022. Selain diskusi dan pasar buku, terdapat acara-acara lain seperti nobar dan konser kecil. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: