8 Konten Kreatif Tutup Patjarmerah Plat L

8 Konten Kreatif Tutup Patjarmerah Plat L

Penonton menyimak Reda Gaudiamo yang memberikan sajian penutup acara dengan sebuah konser kecil yang memikat.--

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Delapan program digeber habis di hari akhir patjarmerah Surabaya. Gelaran pada Minggu, 6 November 2022, itu pun menutup sembilan hari patjarmerah Surabaya sekaligus menutup pasar buku.

Sebagai akhir perjumpaan, patjarmerah mengajak pengunjung tak hanya mendengarkan. Tetapi mengobrol serta berbagi pengalaman seharian. ”Sejak pagi hingga malam, Xperia Collaborative Space (AJBS) penuh konten-konten kreatif interaktif,” ujar Denny Mizhar, koordinator patjarmerah Surabaya.
Pengunjung patjarmerah diajak berjalan-jalan menelusuri kawasan Darmo oleh oleh komunitas Bersukaria.--

Dibuka dengan berjalan-jalan menelusuri kawasan Darmo  oleh oleh komunitas Bersukaria. Pengunjung patjarmerah diajak berkenalan dengan situs-situs bersejarah yang hampir terlupakan. 

Perkenalan itu dilanjutkan dengan obrolanpatjar pada pukul 11.00 WIB. Di panggung utama, pengunjung lebih mengenal kampung-kampung Surabaya. Bertajuk Ada Hidayat Di Kampung Kami, ada Pingki Ayako dari Institut Seni Tambak Bayan, Suseno Karja ketua RT Tambak Bayan, Bagas Mahendra Kunta dari Pemuda Garasi, dan Gatra Nugraha dari Mr Day.
Empat narasumber Ada Hidayat Di Kampung Kami dari komunitas Mr. Day, Pemuda Garasi, dan Institut Seni Tambak Bayan.--

Mereka menceritakan  kehidupan-kehidupan kecil perkampungan yang telah memberikan mereka inspirasi berkarya selama ini. Termasuk mengungkap permasalahan di sana serta pergerakannya yang terselip di antara sudut kota.

Melalui kisah kampung Tambak Bayan, Wonosari, dan Sidabranti, atau Karangtembok, terungkap bahwa ada sejarah hingga permasalahannya sendiri-sendiri. Yang paling ironis, ternyata literasi masih sering disepelekan di area-area tersebut.

”Contoh kecil adalah tulisan membuang sampah. Mereka bisa membaca, tetapi mereka tidak bisa memahaminya. Itulah yang sulit, bukan mengajarkan mereka untuk membaca, tetapi untuk memahaminya. Di kampung sendiri itu sangat sulit,” ujar Gastra Nugraha dari Mr Day.

Menurut semua narasumber, itulah makanya kampung-kampung itu harus dirawat. Sebagai sebuah rahim agar nanti di kemudian hari. ”Sehingga anak-anak mudanya bisa mengerti dan punya rasa memiliki untuk kampungnya sendiri,” tambah Pingki.

Seusai obrolanptjar, panggung utama ganti diramaikan dengan Sawakul Roso: Tukar Piring, Tukar Rasa. Sebuah ajang yang mengajak pengunjung mengobrol tentang makanan sekalian dengan makna-maknanya.
Sawakul Roso: Tukar Piring, Tukar Rasa yang mengajak pengunjung mengobrol tentang makanan dan makna-makna di dalamnya.--

”Bukan sekadar bercakap-cakap ya. Malah beberapa sajian kuliner khas yang jarang ditemui yang dihidangkan secara terbuka itu bisa bisa diicipi oleh pengunjung,” terang Fathan Fathan Ardiansyah, divisi komunikasi media dan komunitas.

Ada lagi yang menarik yaitu lokakarya Book of Feelings. Melalui buku, tulisan, dan gambar para peserta program acara mencoba mengutarakan perasaan mereka dan mencoba mengatasi trauma masa kecil mereka. 

Serunya, semua disampaikan melalui surat. Sehingga agenda Book of Feeling bisa menggambarkan perasaan personal. Tidak secara langsung melainkan lewat buku Main-main Dengan Rahasia yang dimoderatori Chitra Astriana dari DearAstrid.
Narasumber sesi Book of Feelings: Main-Main Dengan Rahasia yaitu Ardi Yunanto (kiri) bersama Nitchii (paling kanan)--

Isi buku tersebut dicoba disambungkan dan dikuatkan dengan perasaan para peserta demi mencoba menyadari perasaan. ”Tujuannya untuk menaikkan awareness perasaan meskipun tidak sampai ke level terapi,” ujar narasumber Ardi Yunanto yang membahasnya bersama Nitchii.

 Satu lagi, A Healing Corner dan Perkara Menulis juga meramaikan hari terakhir. Acara itu makin marak ketika Reda Gaudiamo yang menjadi pembicara dalam obrolan tentang bukunya, Na Willa, memberikan sajian penutup yang manis dengan sebuah konser kecil.

Sumber: