Anies Baswedan Titipkan Legacy bagi Warga Jakarta

Anies Baswedan Titipkan Legacy bagi Warga Jakarta

Anies Baswedan saat diwawancarai CEO Harian Disway Tomy C. Gutomo di rumahnya.-Rakka Denny-Harian Disway-


Anies Baswedan di rumah joglo kuno bersejarah miliknya yang didatangkan khusus dari Tegalsari, Ponorogo. -Rakka Denny-Harian Disway-

Bukankah PBB di Jakarta selama ini terus naik?

Tidak ada kota lain yang kenaikan PBB-nya setinggi Jakarta. Naik terus-menerus. Bahkan, pernah naik 500 persen. Apa yang kita lakukan? Kita tidak ingin kebijakan PBB itu menjadi cara halus dan sopan untuk memindahkan rakyat berekonomi lemah keluar Jakarta dan mereka yang berekonomi kuat memasuki Jakarta. Jakarta ini harus jadi rumah bagi semuanya. Jangan sampai Jakarta ini jadi rumah hanya untuk mereka yang makmur saja. Dengan cara PBB-nya dinaikkan terus. 

Apa kebijakan soal PBB ini?

Untuk tanah dan bangunan Rp 2 miliar ke bawah PBB-nya nol. Tahu enggak apa yang terjadi ketika itu kita lakukan? Sebanyak 85 persen rumah di Jakarta bebas PBB sekarang. 

Pemprov kehilangan pemasukan dari PBB?

Ya, pemerintah mendapatkan pendapatan itu dari aktivitas yang memiliki nilai tambah. Rumah untuk tinggal itu enggak punya nilai tambah. Kalau rumahnya disewakan, baru dia kena PBB. Karena rumah sebagai faktor produksi. Kalau rumah untuk kos-kosan, ya bayar pajak, karena rumah sebagai faktor produksi. Tapi kalau rumah untuk ngiyup (berteduh, Red) dari hujan, ngiyup dari panas, ya itu kebutuhan dasar manusia. Filosofinya dibenarkan. Dikoreksi.

Pernah ada kebijakan rumah DP 0 persen. Seperti apa realisasinya?

Kita bangun rumah-rumah untuk segmen di tengah. Jadi gini, Mas. Di Jakarta ini apartemen-apartemen itu paling atas yang mewah. Atau rumah susun sederhana yang untuk masyarakat ekonomi lemah. Tapi, yang di tengah ini enggak ada. Yang tengah ini yang pergi ke luar kota terus. Rumahnya di pinggir-pinggir. Jadi, ke kantor bisa 40–50 kilometer. Kenapa itu bisa terjadi? Karena kita tidak menyiapkan perumahan untuk mereka yang berada di tengah. Nah, kita siapkan program DP 0 rupiah. Mereka ini sanggup bayar cicilan, tapi enggak punya tabungan untuk DP. Mau dibilang miskin bukan miskin, dibilang kaya juga tidak. Nah, kelompok tengah ini sasaran program itu. Alhamdulillah, lebih dari 2.300 unit kemarin berhasil kita bangun.

Di Jakarta ada warga yang tinggal puluhan tahun dengan status tanah tidak jelas. Tapi, mereka warga Jakarta. Bagaimana Anda membantu mereka?

Benar. Di Jakarta ini banyak tanah yang statusnya sengketa. Tapi, di atasnya ada warga yang tinggal. Ada yang tinggal 40 tahun, ada yang 30 tahun. Lebih 20 tahun lah yang pasti. Nah, di situ kita buat terobosan, namanya IMB Kawasan. Urusan legalnya biar diselesaikan pengadilan. IMB Kawasan itu 1 RT 1 IMB. Bukan 1 rumah 1 IMB. IMB-nya  atas nama ketua RT. Terdaftar semua rumah di situ. Dengan punya IMB, apa yang terjadi? Bisa dapat listrik, bisa dapat air. Ngurus izin usaha bisa, karena dia punya IMB. Karena punya izin usaha, dia bisa dapat kredit dari bank. Jadi, dari satu IMB itu membuat banyak sekali hak-hak dasar itu terpenuhi. Dan mereka bisa punya modal untuk mengembangkan perekonomian. 

Untuk capaian ketiga dari lima besar?

Yang ketiga, menjadikan Jakarta kota bagi semua. Apa intinya? kita berikan bantuan operasional tempat ibadah. Semua agama menerima bantuan operasional ibadah. Kemudian, kita siapkan ruang publik untuk semuanya. Bangun trotoar dan menyiapkan untuk penyandang disabilitas, semua trotoar baru, siap untuk kaum disabilitas. Lalu, trotoar-trotoar itu juga bisa dipakai untuk seluruh kegiatan. Jadi, kalau menjelang hari besar keagamaan, ruang-ruang publik itu dipakai untuk menyambut hari-hari besar keagamaan. Dulu takbiran dilarang, sekarang takbiran boleh. Nah, bagaimana dengan menjelang Natal? Ya, boleh. Di mana? Ya, di ruang-ruang publik. Di trotoar, di taman. Sebagaimana takbiran juga boleh. Menjelang 1 Muharam, ada Festival Muharam.  Jadi, ruang ketiga ini adalah ruang yang dirasakan semuanya. 

Lalu, ada program perlindungan untuk perempuan dan anak di Jakarta. Siapa pun yang memerlukan bantuan, ada hotline. Hotline-nya itu memberikan bantuan kepada mereka. Lalu, bila sampai ada kekerasan, biaya visum itu semua ditanggung pemprov. Bahkan, kalau orang ini KTP-nya bukan Jakarta pun kita tetap membiayai. Lah, kenapa? Ini warga negara Indonesia. Apalagi kalau perempuan. Warga negara mana pun kita harus lindungi. Mau statusnya apa pun. Secara kependudukan harus kita lindungi. Jadi, kota ini kota yang dirasakan melindungi bagi semuanya. Itu yang ketiga, ya.

Baik. Apa capaian keempat?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: